GOOD GOVERNANCE DAN OTONOMI DAERAH DALAM PERSPEKTIF ILMU EKOLOGI PEMERINTAHAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Indonesia adalah bangsa yang direkayasa dan diciptakan sedemikian rupa oleh sistem ketidakadilan yang berupa penjajahan, karenanya Indonesia adalah kolektivitas di mana individu bisa hidup (dan berharap untuk hidup) dengan berbagai kepentingan, bangsa, agama, dan ideologinya. Dengan demikian, jika ada sebuah pemerintahan yang diatur berdasarkan kezaliman politik, tentu ia adalah pemerintahan yang tidak acceptable oleh rakyatnya. Orde Baru adalah misal dengan sentralisasi rezim dan kekejaman cara memerintahnya, kalaupun toh ia berumur panjang, pastilah ia akan menemui ajalnya juga (dengan tidak terhormat). Karena itu, demokrasi di Indonesia menjadi sebuah barang yang mesti ditegakkan dengan segala resikonya, termasuk kealotan penyelesaian persoalan bangsa, ketidakefektifan, keruwetan dan sebagainya. Mau tidak mau, demokrasi menjadi pilihan tidak tertolak bagi pemerintahan dewasa ini. Dalam situasi di mana segenap persoalan bangsa meluap dan minta segera diselesaikan, maka konsep demokrasi sesungguhnya merupakan konsep yang paling tidak diminati. Di samping terlalu bertele-tele, tidak efektif dan tidak efisien, demokrasi juga terlalu banyak menyita waktu yang sebenarnya bisa digunakan untuk memikirkan masalah yang lebih urgen lagi. 

Di sinilah titik nadzir yang paling lemah dari demokrasi. Semua orang dan semua bangsa mengakuinya. Namun kita lantas bertanya, mengapa demokrasi menjadi satu-satunya konsep yang dipilih hampir seluruh bangsa di dunia ini untuk menyelesaikan pelbagai macam persoalannya? Untuk bisa sampai pada jawaban pertanyaan ini, maka satu hal yang mesti kita sadari bahwa alam ini memang sudah ditaqdirkan Tuhan untuk tidak sama. Pluralitas suku-bangsa, pluralitas kepentingan, pluralitas ideologi, pluralitas agama dan pelbagai macam ketidaksamaan yang lain adalah conditio sine qua non. Kondisi inilah yang menginginkan masyarakat dunia untuk segera merombak cara berpikir yang sentralistis, cara berpikir yang otoriter dan semaunya sendiri. Untuk menciptakan demokrasi, tentu tidak hanya melalui jalur kultural seperti paparan di atas, di jalur struktural pun jika kita jujur dan teliti, sesungguhnya ada jalur untuk menciptakan demokrasi itu.
Tata bangsa yang sehat dan bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme adalah sesuatu yang pasti dari prinsip good governance ini, dan tentu saja merupakan sesuatu yang sangat dirindukan masyarakat Indonesia. Terpilihnya pemimpin-pemimpin baru merupakan bagian dari kehendak rakyat yang menginginkan terciptanya hal itu. Perdebatan yang sangat sengit ini paling tidak sudah dilakukan di sidang majelis kita selama sepekan kemarin. Dari upaya bagaimana melakukan amandemen UUD 1945 sampai pada tata pemilihan yang demokratis. Harapan-harapan rakyat adalah bagaimana agar mereka bisa hidup lebih sejahtera secara ekonomi maupun politik. Secara ekonomi, rakyat Indonesia menginginkan kenaikan pendapatan perkapita, harga-harga kebutuhan pokok (merit goods) yang tidak mahal, berkurangnya angka kemiskinan, turunnya inflasi dan pelbagai indikasi kemakmuran lainnya. Secara politik, rakyat berkehendak agar demokrasi bisa berjalan sebagaimana mestinya: menghargai hak menyampaikan pendapat, menghormati hak asasi manusia, bebas berkreasi dan berorganisasi, dan penghargaan-penghargaan terhadap kebebasan berpendapat lainnya. Sebagai manifestasi dari harapan dan aspirasi rakyat banyak, terpilihnya mereka (yang dianggap reformis) tersebut tentu saja diiringi oleh berbagai agenda bangsa yang mendesak dan berat. Di sisi ekonomi, keduanya diharapkan agar mampu mengembalikan kepercayaan (trust) terhadap investasi, juga untuk mencegah dan mengantisipasi capital flight. Kepercayaan ini merupakan modal yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi Indonesia masa depan. Kita tahu bahwa untuk mengembalikan kepercayaan yang hilang, tidak hanya dibutuhkan sosok pemimpin yang tegar, berwibawa dan dikehendaki rakyat, tapi juga sosok yang mampu berkomunikasi dengan baik di dunia internasional.
        Bersikap jujur pada rakyat adalah titik tolak untuk menciptakan pemerintahan yang tidak hanya kuat (stong government), melainkan juga pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good governance). Dengan kesadaran baru, Indonesia masa depan harus dibangun dengan mentalitas dan budaya berdemokrasi yang baru pula. Sehingga agenda mendesak pemerintahan kali ini adalah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan bertanggungjawab. Tentu saja bertanggungjawab pada rakyat.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menuangkannya dalam bentuk makalah dengan judul: Good Governance dan Otonomi Daerah dalam Perspektif Ilmu Ekologi Pemerintahan.