Tampilkan postingan dengan label Skripsi Ilmu Administrasi Negara. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Skripsi Ilmu Administrasi Negara. Tampilkan semua postingan

PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PERMUSYAWARATAN NAGARI (BPN) LUBUK GADANG TIMUR KECAMATAN SANGIR KABUPATEN SOLOK SELATAN


BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang Masalah 
.
Perjalanan Pemerintahan Daerah Kabupaten Solok Selatan selama kurun waktu 5 (lima) tahun pasca pemekaran telah menunjukkan perkembangan yang signifikan baik dari segi pelaksanaan pemerintahan, pelaksananan pembangunan maupun sosial kemasyarakatan. Upaya-upaya peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat diupayakan terus menjadi maksimal dengan menjangkau seluruh wilayah administrasi pemerintahan. Sebagai pelaksana  layanan publik kepada masayarakat  pemerintahan nagari sebagai unit pelayanan terendah yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, merupakan garda terdepan motor pembangunan. Perkembangan pemerintahan nagari yang pada awal-awal pemekaran hanya berjumlah sebanyak 12 nagari terus mengalami peningkatan. Pemekaran pemerintahan nagari yang dilakukan pemerintahan  daearah bukan tanpa alasan. Adapun yang mendasari pemekaran pemerintahan nagari adalah sebagai implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Solok Selatan Nomor 4  Tahun 2005 tentang Pemerintahan Nagari dimana dalam pasal 5 Peraturan Daerah tersebut memberikan peluang sebuah pemerintahan nagari untuk mekar. Yang sangat  esensial sekali wujud dari pemekaran pemerintahan nagari adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat, memperpendek birokrasi serta pemerataan pembangunan di nagari. Selama ini pembangunan dinagari hanya terfokus pada tingkatan jorong yang mudah diakses  dan dekat dengan pusat pemerintahan nagari sehingga jorong–jorong yang secara geografi tergolong kategori terisolir seakan-seakan terabaikan. 

PENGARUH KEPEMIMPINAN CAMAT TERHADAP KOMPETENSI PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA KANTOR CAMAT SANGIR JUJUAN KABUPATEN SOLOK SELATAN


BAB I
PENDAHULUAN


I.I  Latar Belakang Masalah

            Situasi perekonomian dewasa ini berkembang sangat pesat di antaranya semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang menyebabkan timbulnya persaingan, tantangan guna mencapai efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan tugas pemerintah, maka perlu adanya peningkatan kualitas Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki keunggulan dan memegang teguh etika birokrasi dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat keinginan dan kepuasan masyarakat
            Kepemimpinan yang baik merupakan hal yang penting dalam bisnis, pemerintahan dan organisasi serta kelompok yang tidak terhitung untuk menciptakan pola hidup, bekerja dan bermain. Dalam meningkatkan kompetensi Pegawai Negeri Sipil, pemerintah agar dapat memberikan pelayanan berdasarkan perencanaan, harus harus dikaitkan dengan kepemimpinan dalam organisasi. Hal ini disebabkan kemampuan, kecakapan dan keahlian PNS tidak aka nada artinya jika semua pegawai tidak mau bekerja keras dan disiplin. Meskipun pegawai tersebut memiliki standar kompetensi secara formal dan legalitas sesuai dengan syarat-syarat dan aturan mengenai kompetensi. Oleh sebab itu, diperlukan suatu kepemimpinan yang mampu mendorong setiap pegawainya agar mau bekerja keras. Menurut Sedarmayanti[1], untuk bekerja keras tanpa dorongan keterpaksaan diperlukan kesadaran karena kesadaran merupakan kunci utama bagi manusia untuk dapat bekerja secara optimal, sedangkan kesadarna itu sangat erat hubungannya dengan kepemimpinan. Kesadaran itu timbul tergantung bagaimana seorang pemimpin mampu memotivasi para bawahannya.
            Peningkatan kompetensi PNS sangat tergantung dari bagaimana kepemimpinan seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang-orang yang dipimpinnya dengan menumbuhkan saling pengertian, kesadaran dan sepenuh hati dalam bekerja, sehingga tujuan organisasi secara keseluruhan dapat tercapai dengan efektif dan efisien. Kepemimpinan menurut Sedarmayanti[2], adalah suatu kemampuan untuk mempengaruhi tingkah laku orang lain, sehingga menumbuhkan saling pengertian, kesadaran, keikhlasan dan sepenuh hati pada orang yang dipimpinnya.
            Dari uraian di atas didapati bahwa kompetensi PNS sangat ditentukan keberhasilannya oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya dan berarti bahwa peningkatan kompetensi PNS akan ditentukan oleh efektivitas kepemimpinannya. Dalam organisasi seorang pemimpin tidak bisa semata-mata mengandalkan otoritasnya berdasarkan aturan hukum yang berlaku saja, karena dapat mempengaruhi kinerja orang-orang yang dipimpinnya. Oleh sebab itu, seorang pemimpin memerlukan personal power yang mampu membangkitkan semangat kerja para bawahannya, sehingga bawahannya akan selalu berusaha untuk mengarahkan seluruh kemampuannya kepada standar kompetensi yang sesuai dengan syarat-syarat secara formal yang dikelurkan oleh pemerintah. 

            Dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatan di Kantor Camat Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan dilaksanakan oleh pegawai sebanyak 14 (empat belas) orang sebagaimana tabel 1 berikut:
Tabel 1
Jumlah Pegawai pada Kantor Camat Sangir Jujuan
Kabupaten Solok Selatan

No
Jabatan
Jumlah
Ket
1
Camat
1 orang
Defenitif/PNS
2
Sekcam
1 orang
Defenitif/PNS
3
Subag Umum
1 orang
PTT
4
Subag Keuangan
1 orang
PNS

staf
1 orang
PNS
5
Kasi-kasi



1.   Kasi Pemerintahan dan Ketertiban
1 orang
Plh/PNS

    Staf

1 orang PTT/2 SR

2.   Kasi Ekbang dan Pemberdayaan Masyarakat
1 orang
Plh/PNS

Staf
1 orang
PTT

3.   Kasi SosKesra dan Pendidikan
1 orang
PTT

Staf
1 orang
1 orang PTT/1 SR

4.   Kasi Kesehatan, Perempuan dan KB
1 orang
Plh/PNS
Jumlah
14 orang

Sumber: Kantor Camat Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan
Keterangan: PNS = Pegawai Negeri Sipil (7 orang)
                     PTT = Pegawai Tidak Tetap (3 orang)
                     SR  = Sukarela (4 orang)
                     Plh = Pelaksana Harian 
            Dari temuan tentang kepemimpinan di lapangan memperhatikan fakta-fakta sebagai berikut:
1.   Seringkali dalam memberikan perintah dari atasan kepada bawahan terjadi kesalahpahaman, sehingga pekerjaan yang akan dilaksanakan tidak sesuai dengan harapan pemimpin.
2.   Interaksi dari pemimpin yang kurang pada bawahannya, sehingga kedakatan emosional dalam sebuah pekerjaan menjadi kaku.
3.   Keparcayaan atasan kepada bawahan atau sebaliknya kurang, sehingga suasana menjadi kurang kondusif.
4.   Ketersediaan sarana dan prasarana pendukung dalam menyelesaikan pekerjaan seperti komputer yang masih terbatas, sehingga penguasaan teknologi dalam menunjang pekerjaan menjadi berkurang.
5.   Penghargaan dari atasan kepada bawahan atas keberhasilan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan kurang.
6.   Pemberian hak dan kewajiban yang tidak adil kepada bawahan.
        Sehubungan dengan uraian di atas, penyelenggaraan kegiatan-kegiatan di Kantor Camat Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan masih mengutamakan penggerakan berdasarkan aturan-aturan formal. Mengabaikan seni dan gaya kepemimpinan dalam mendekati dan membimbing bawahannya, sehingga seringkali terjadi kesalahpahaman penafsiran perintah oleh bawahan dari atasan, sehingga menimbulkan kesan bahwa para pegawai dalam bekerja seakan-akan dipaksakan tanpa semangat kerja yang berpengaruh kepada pelayanan yang diberikan.
        Berdasarkan fakta di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut dalam bentuk skripsi dengan judul : “Pengaruh Kepemimpinan terhadap Kompetensi Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Camat Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan”.  

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan pokok penelitian, yaitu sebagai berikut:
1.         Bagaimana pengaruh kepemimpinan camat terhadap kompetensi Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Camat Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan?
2.         Kendala-kendala apa saja yang ditemui dalam pelaksanaan kepemimpinan camat terhadap kompetensi Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Camat Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan?
3.         Upaya apa saja yang dilakukan dalam rangka mengatasi kendala yang ditemui dalam pelaksanaan kepemimpinan camat terhadap kompetensi Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Camat Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan?









1.3     Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan camat terhadap kompetensi Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Camat Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan;
2.    Untuk mengetahui kendala-kendala yang ditemui dalam pelaksanaan kepemimpinan camat terhadap kompetensi Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Camat Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan;
3.    Untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam rangka mengatasi kendala yang ditemui dalam pelaksanaan kepemimpinan camat terhadap kompetensi Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Camat Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan.

1.4  Manfaat Penelitian
a.    Secara Teoritis
1)   Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan Ilmu Administrasi Negara secara umum, dan khususnya kajian tentang tinjauan terhadap pelaksanaan kepemimpinan camat terhadap kompetensi Pegawai Negeri Sipil;
2)   Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan referensi bagi siapa saja yang membutuhkan serta dapat dikembangkan oleh peneliti-peneliti berikutnya serta dapat menambah referensi bagi penelitian di masa yang akan datang.
3)   Bagi penulis, bermanfaat untuk menambah wawasan dan memahami tentang pengaruh kepemimpinan terhadap kompetensi Pegawai Negeri Sipil.
b.        Secara Praktis
1)      Bagi instansi pemerintah, dapat membantu untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan dalam peningkatan kompetensi pegawai;
2)      Penelitian ini diharapkan berguna bagi pegawai di Kantor Camat Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan dalam rangka meningkatkan kompetensinya.




      [1] Sedarmayanti, Manajemen Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja, Ilham Jaya, Bandung, 2001, hlm. 15
     [2] Ibid, hlm. 125

PERANAN UNIT PELAKSANA TEKNIS KELUARGA BERENCANA (UPT KB) TERHADAP PENINGKATAN JUMLAH AKSEPTOR KB DI KECAMATAN SANGIR KABUPATEN SOLOK SELATAN


BAB I
PENDAHULUAN


I.I  Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Republik Indoneisa Nomor No.10 Tahun 1992 tentang  Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera telah mengamanatkan agar kebijaksanaan kependudukan yang menyeluruh dituangkan dalam program-program terpadu untuk menunjang upaya-upaya meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia, taraf hidup, kesejahteraan dan untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan lainnya. Meningkatkan kesejahteraan penduduk secara menyeluruh merupakan tujuan pembangunan. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera mengemukakan bahwa kebijaksanaan kependudukan diarahkan pada pengembangan penduduk sebagai Sumber Daya Manusia agar menjadi kekuatan pembangunan bangsa yang efektif dan bermutu dalam rangka mewujudkan mutu kehidupan masyarakat yang senantiasa meningkat. Dalam kaitan ini perlu terus ditingkatkan upaya pengendalian pertumbuhan dan persebaran penduduk, di samping pendidikan, kesehatan, pertumbuhan ekonomi, pembangunan daerah dan penciptaan lapangan kerja.
Mengingat keadaan penduduk Indonesia yang besar jumlahnya dengan tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi, maka sejak Repelita I telah dirintis usaha-usaha untuk mengendalikan tingkat pertumbuhan penduduk terutama melalui pengendalian tingkat kelahiran. Di samping itu  telah diusahakan penurunan tingkat kematian, persebaran penduduk yang lebih serasi dan merata serta peningkatan kualitas manusia dan masyarakat.
Usaha-usaha pembangunan di bidang kependudukan selama empat Repelita yang lain telah memberikan hasil-hasil yang menggembirakan. Namun demikian dalam Repelita V berbagai masalah kependudukan masih perlu ditanggulangi agar hasil pembangunan makin dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Masalah-masalah ini meliputi penyediaan berbagai kebutuhan pokok bagi jumlah penduduk yang terus bertambah seperti penyediaan pangan, pendidikan, kesehatan, perumahan, dan lapangan kerja serta masalah pembangunan yang diakibatkan oleh persebaran penduduk antar daerah yang kurang optimal baik antara desa dan kota maupun antara berbagai pulau di Indonesia.
Pembangunan di bidang kependudukan yang telah dirintis sejak Repelita I dimaksudkan untuk mengatasi masalah tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi dan persebaran penduduk yang kurang merata. Jumlah penduduk yang besar mempunyai dampak terhadap proses dan hasil usaha pembangunan. Jumlah penduduk yang besar tersebut apabila mampu berperan sebagai tenaga kerja yang berkualitas akan merupakan modal pembangunan yang besar dan akan sangat menguntungkan bagi usaha-usaha pembangunan di segala bidang. Sehubungan dengan itu, pembangunan di bidang kependudukan di samping diarahkan pada upaya pencapaian sasaran-sasaran yang langsung ditujukan pada penurunan laju pertumbuhan penduduk, juga dititikberatkan pada upaya peningkatan kualitas penduduk sebagai pelaku dan sasaran pembangunan bangsa dan negara. Upaya-upaya peningkatan kualitas penduduk antara lain meliputi upaya peningkatan gizi dan kesehatan masyarakat, peningkatan kualitas lingkungan kemasyarakatan, dan peningkatan pendidikan masyarakat.
Pembangunan di bidang kependudukan lebih diarahkan pada upaya pengembangan sumber daya manusia agar penduduk makin menjadi kekuatan yang efektif dan produktif bagi pembangunan. Dalam upaya ini diusahakan ditingkatkan keterpaduan dan koordinasi upaya pengendalian kelahiran dengan berbagai kegiatan pembangunan lainnya, khususnya upaya pembangunan di bidang kesehatan, transmigrasi, pengendalian urbanisasi, pendidikan, pembangunan daerah dan penciptaan lapangan kerja.
Usaha penurunan tingkat pertumbuhan penduduk dilaksanakan melalui pengendalian tingkat kelahiran dan penurunan tingkat kematian, terutama kematian bayi dan anak. Upaya pengendalian kelahiran dilaksanakan melalui program Keluarga Berencana (KB). Sebagaimana telah diketahui oleh masyarakat luas KB bertujuan mengatur kelahiran anak dan meningkatkan kesejahteraan ibu. Selanjutnya upaya penurunan tingkat kematian dilaksanakan dengan memperluas dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan kesehatan dan gizi masyarakat.
Masalah yang akan dihadapi oleh keluarga yang memiliki anak dalam jumlah banyak terutama disertai tidak diaturnya jarak kelahiran adalah peningkatan risiko terjadinya pendarahan ibu hamil pada trimester ketiga, angka kematian bayi meningkat, ibu tidak memiliki waktu yang cukup untuk merawat diri dan anaknya, serta terganggunya proses perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan kurang gizi, berat badan lahir rendah (BBLR) dan lahir prematur.[1]
-Proyeksi penduduk telah dirumuskan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan perkiraan penduduk Indonesia sekitar 273,65 juta jiwa pada tahun 2025. Laju pertumbuhan penduduk  Indonesia tahun 1971-1980 adalah 2,30%, tahun 1980-1990 adalah 1,97%, tahun 1990-2000 sebanyak 1,49% dan tahun 2000-2005 adalah 1,3%. Hal ini menujukkan adanya penurunan laju pertumbuhan penduduk Indonesia.[2]
Revitalisasi program KB perlu dilakukan, karena dalam lima tahun terakhir pertumbuhan akseptor (pengguna) KB baru hanya berkisar antara 0,3 persen sampai 0,5 persen. Badan Koordinator Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menargetkan pertumbuhan akseptor KB aktif minimal satu persen mulai 2008. Pada 2006, jumlah akseptor KB aktif tercatat sebanyak 37.000. Dengan revitalisasi program KB yang dimulai akhir Juni lalu, diharapkan jumlah akseptor aktif mencapai 40.000 pada akhir 2008. Bila revitalisasi program KB tidak segera dilakukan, Indonesia terancam pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali[3]
Kesadaran mengenai keterkaitan masalah-masalah kependudukan dengan pembangunan semakin meningkat baik di tingkat nasional, regional, maupun di tingkat lokal. Penanganan masalah kependudukan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah tetapi juga oleh masyarakat luas.
Salah satu program pemerintah dalam meningkatkan kesadaran masyarakat berpartisipasi dalam keluarga berencana adalah melalui Unit Pelaskasana Teknis (UPT) KB yang terdapat di kecamatan.Unit Pelaksana Teknis (UPT) mempunyai tugas melaksanakan tugas operasional Badan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di wilayah kerjanya masing-masing kecamatan yang meliputi pembinaan, bimbingan, penyuluhan dan pelatihan bidang Keluarga Berencana dan keluarga sejahtera di lini lapangan. Unit Pelaksana Teknis Keluarga Berencana adalah pelaksana tugas Keluarga Berencana yang wilayah kerjanya dapat meliputi lebih dari satu kecamatan. Selain itu, UPT KB juga mempunyai tugas pokok melaksanakan pengendalian keluarga berencana dan keluarga sejahtera.salah satunya adalah meningkatkan jumlah akseptor KB.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul:  ”Peranan Unit Pelaksana Teknis Keluarga Barencana (UPT KB) Terhadap Peningkatan Jumlah Akseptor KB di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan”.

1.2 Rumusan Masalah
            Dalam rumusan masalah ini penulis membagi ke dalam 3 (tiga) pokok permasalahan, yaitu sebagai berikut:
1.       Bagaimana peranan Unit Pelaksana Teknis Keluarga Barencana (UPT KB) Terhadap Peningkatan Jumlah Akseptor KB di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan?
2.       Kendala-kendala apa saja yang ditemui oleh Unit Pelaksana Teknis Keluarga Barencana (UPT KB) Terhadap Peningkatan Jumlah Akseptor KB di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan?
3.       Upaya-upaya apa saja yang dilakukan dalam rangka mengatasi kendala yang ditemui oleh Unit Pelaksana Teknis Keluarga Barencana (UPT KB) Terhadap Peningkatan Jumlah Akseptor KB di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan?

1.3  Tujuan Penelitian
  1. Untuk mengetahui peranan Unit Pelaksana Teknis Keluarga Barencana (UPT KB) Terhadap Peningkatan Jumlah Akseptor KB di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan.
  2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang ditemui oleh Unit Pelaksana Teknis Keluarga Barencana (UPT KB) Terhadap Peningkatan Jumlah Akseptor KB di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan.
  3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka mengatasi kendala yang ditemui oleh Unit Pelaksana Teknis Keluarga Barencana (UPT KB) Terhadap Peningkatan Jumlah Akseptor KB di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan.
1.4 Manfaat Penelitian
            Adapun manfaat penelitian ini penulis bagi menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut:
1.      Secara Teoritis
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang studi pada Program Studi Strata Satu (S1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Ekasakti Padang. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat menambah keilmuan dan mengembangkan Ilmu Administrasi Negara secara umum.
2.   Secara Praktis
Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan peran petugas Unit Pelaksana Teknis Keluarga Barencana (UPT KB) terutama mengenai upaya atau langkah dalam peningkatan jumlah akseptor KB.






     [1] BKKBN. Keluarga Berencana. Dikutip dari : http://www.bkkbn.go.id/hqweb/pria/artik.
     [2] Badan Statistik Indonesia. Laju pertumbuhan Penduduk per Tahun menurut Provinsi. Dikutip dari : http://www.datastatistik-indonesia.com/componetnt/option,com_tabel/task/ite,id,164/
     [3] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Perkembangan Pencapaian Peserta KB baru Menurut Alat Kontrasepsi. Dikutip dari http://www.bkkbn.go.ig/ditfor/download/Data-Desember.2008/

STRATEGI CAMAT DALAM MENINGKATKAN PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DI KECAMATAN SANGIR JUJUAN (STUDI KASUS DI KANTOR CAMAT KECAMATAN SANGIR JUJUAN KABUPATEN SOLOK SELATAN)


BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan wadah atau tempat hidup dan berkembangnya rakyat Indonesia, yaitu sebagai tempat usaha atau kegiatan dari sekitar 250 juta jiwa lebih warga Negara beserta sejumlah penduduk Negara lain yang diperkenankan pemerintah Republik Indonesia mencari lapangan usaha di Indonesia. Untuk mengatur kepentingan sejumlah rakyat, roda pemerintahan harus berjalan lancar dan untuk itu diperlukan biaya atau uang yang jumlahnya sangat besar. Biaya atau uang tersebut diperoleh dari sumber yang terdapat dalam Negara, antara lain[1]:
a.       Sumber Bumi, air dan kekayaan alamnya;
b.      Pajak-pajak bea dan cukai;
c.       Hasil perusahaan-perusahaan negara;
d.      Retribusi, dan
e.       Sumber-sumebr lain (denda, keuntungan dari saham-saham, perdagangan, dll).
Sebagai warga Negara kita semua harus menyadari kewajiban-kewajiban kita terhadap Negara sebagai imbalan atas perlindungan dan hak-hak yang diberikan terhadap kita. Dengan perkataan “tidak sepatutnyalah kita menerima atau menuntut berbagai hak dari Negara, sedang kita mengabaikan kewajiban-kewajiban kita terhadap negara”. 
Sebagai insan Pancasilais kita harus pandai menerima dan pandai pula memberi dan ini namanya “pandai bergotong royong dalam kehidupan bermasyarakat”. Kita menghendaki agar Negara menciptakan bagi kita semua kehidupan yang adil dan makmur lahiriah dan batiniah dan kita harus mewujudkan kewajiban-kewajiban kita terhadap Negara dengan sebaik-baiknya. Negara telah memberikan hasil-hasil pembangunan melalui kegiatan pemerintahan yang meliputi segala bidang ekonomi, ideologi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan sehingga kehidupan kita semua menjadi maju dan berkembang dalam suatu Negara yang aman dan kuat bebas dari segala gangguan dan rongrongan dan untuk itu semua kita harus sadar akan kewajiban-kewajiban kita semua terhadap negara, terutama dalam soal pembiayaannya, karena semua hasil pembangunan harus dibiayai. Dalam Negara Republik Indonesia yang kehidupan rakyat dan perekonomiannya sebagian besar bercorak agraris, bumi termasuk perairan dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya mempunyai fungsi penting dalam membangun masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu bagi mereka yang memperoleh manfaat dari bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, karena mendapat sesuatu hak dari kekuasaaan Negara, wajar menyerahkan sebagian dari kenikmatan yang diperolehnya kepada Negara melalui pajak.
Dari apa yang telah dikemukakan di atas, maka tersimpul falsafah dalam Undang-undang Perpajakan di Negara kita c.q. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994  tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai berikut[2]:
a.       Keikutsertaan dan kegotongroyongan rakyat dalam pembiayaan pembangunan;
b.      Bumi dan bangunan memberikan kedudukan social, ekonomi, yang lebih dan keuntungan bagi pemilik dan/atau yang menguasainya;
c.       Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara;
d.      Sistem perpajakan yang sederhana, mudah dimengerti dan efektif pelaksanaannya.
Diundangkannya UU No.12/1994 tentang PBB oleh Pemerintah adalah sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, di mana Pemerintah perlu mengadakan pembahasan sistem perpajakan yang berlaku dengan sistem yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban serta memenuhi haknya di bidang perpajakan sehingga dapat mewujudkan perluasan dan peningkatan kesadaran perpajakan serta meratakan pendapatan masyarakat.
Kesadaran untuk menjadi Wajib Pajak dan memenuhi segala kewajibannya perlu dibina sehingga timbul di setiap kalbu rakyat/ penduduk yang hidup bermasyarakat di Negara Republik Indonesia. Dengan demikian maka roda pemerintahan akan berlangsung lancar demi kepentingan rakyat/penduduk itu sendiri dan lancarnya roda pemerintahan akan melancarkan pula tercapainya keseluruhan cita-cita rakyat/penduduk yang hidup dalam Negara yang adil dan makmur dalam lingkup nilai-nilai Pancasila dan berdasarkan UUD 1945. Setiap rakyat/penduduk harus sadar bahwa kewajiban membayar Pajak Bumi dan Bangunan bukanlah untuk pihak lain, tetapi untuk melancarkan jalannya roda pemerintahan yang mengurusi segala kepentingan rakyat/penduduk sendiri. Jadi sadar berkorban dan pengorbanan itu adalah untuk kepentingannya sendiri dari generasi ke generasi.
Masih cukup banyak rakyat yang tidak sadar akan kewajiban-kewajibannya, yang seharusnya mereka malu untuk kepentingannya, untuk kepentingan anak cucunya mereka enggan memenuhi kewajibannya yang hanya setahun sekali dan jumlahnya yang tidak seberapa. Dapat diumpamakan bahwa mereka yang hidup demikian adalah bagaikan benalu yang ingin hidup secara menumpang pada kehidupan orang lain yang sadar akan kewajiban-kewajibannya. Mereka yang tidak sadar untuk memenuhi kewajiban PBB-nya seakan-akan buta atau menutup mata akan adanya: jalan-jalan dan sarana perhubungan lainnya yang mereka gunakan setiap harinya, sekolah dan rumah sakit yang mencerdaskan dan menyehatkan kelurganya, polisi dan pengadilan yang melindungi dan memberikan ketenangan hidupnya, aparatur pemerintahan dan pertahanan yang memudahkan segala kepentingan dan melenyapkan segala bentuk rongrongan terhadap kemerdekaan hidupnya. Mereka buta atau sengaja membutakan dirinya terhadap segala sesuatu yang mereka perlukan, yang adanya sarana dan aparaturnya memerlukan sejumlah biaya besar.
Kita juga semua harus sadar bahwa di Negara manapun di dunia, pemungutan pajak oleh pemerintahannya dilakukan terhadap rakyat di masing-masing Negara itu, sama keperluannya untuk pembiayaan pemerintah dan pembangunan, hanya cara dan penggunaannya yang mungkin berbeda antara satu Negara dengan Negara yang lain..
Di Negara kita, pajak dipungut atas asas semangat gotong royong dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat/penduduk itu sendiri sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang[3].
Menurut ketentuan undang-undang bahwa setiap pembayaran pajak harus masuk ke kas Negara. Dalam pelaksanaannya, untuk penyetoran atau pembiayaan Pajak Bumi dan Bangunan dapat dilakukan melalui bank, kantor pos dan giro, dan tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan (melalui petugas pemungut). Sedangkan wewenang penagihan dilimpahkan kepada Kepala Daerah (Gubernur/Bupati.Walikota). Pelimpahan wewenang penagihan Pajak Bumi dan Bangunan ini hanya untuk menagih wajib pajak pedesaan dan perkotaan, sedangkan untuk wajib pajak perkebunan, perhutanan dan pertambangan penagihannya tidak dilimpahkan.
Walaupun pelimpahan wewenang di atas adalah merupakan pelimpahan kewenangan penagihan PBB, tetapi pelimpahan kewenangan tersebut kepada Kepala Daerah (Gubernur/Bupati.Walikota), bukanlah melimpahkan wewenang dalam urusan penagihan, tetapi hanya pelimpahan wewenang dalam hal pemungutan pajak saja. Pendataan obyek pajak dan penetapan pajak yang terhitung tetap menjadi kewenangan Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Pajak.
Jelasnya, penagihan PBB dilimpahkan kepada Kepala Daerah (Gubernur/Bupati.Walikota),meliputi penagihan objek pajak persawahan/peladangan, perumahan, industri/dagang/jasa, peternakan dan perikanan. Dalam hal ini meliputi kegiatan penarikan uang dari wajib pajak serta pengawasan atas penyetoran PBB.
Oleh karena pemungutan pajak, dalam hal ini PBB telah dilimpahkan kepada Pemda seperti yang telah disebutkan di atas, maka sehubungan dengan itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Strategi Camat dalam Meningkatkan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kecamatan Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan (Studi Kasus Kantor Kec. Sangir Jujuan Kab. Solok Selatan)”.

1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka pada rumusan masalah ini penulis akan mengemukakan beberapa rumusan masalah yang merupakan inti dari pokok permasalahan sebagai berikut:
  1. Bagaimana strategi camat dalam meningkatkan penerimaan PBB di Kecamatan Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan?
  2. Kendala-kendala apa saja yang ditemui dalam meningkatkan penerimaan PBB di Kecamatan Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan?
  3. Upaya-upaya apa saja yang dilakukan dalam rangka mengatasi kendala dalam meningkatkan penerimaan PBB di Kecamatan Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan?

1.3  Tujuan Penelitian
  1. Untuk mengetahui strategi camat dalam meningkatkan penerimaan PBB di Kecamatan Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan;
  2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang ditemui dalam meningkatkan penerimaan PBB di Kecamatan Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan;
  3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka mengatasi kendala dalam meningkatkan penerimaan PBB di Kecamatan Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan.

1.4 Manfaat Penelitian
       Adapun manfaat penelitian ini penulis bagi menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut:
1.      Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan Ilmu Administrasi Negara secara umum, dan kajian tentang peranan camat dalam meningkatkan penerimaan PBB khususnya serta dapat dikembangkan oleh peneliti-peneliti berikutnya.
2.      Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan berguna bagi petugas pajak/pegawai di kantor kecamatan yang diberikan wewenang untuk mengurus masalah pajak terutama mengenai upaya atau langkah dalam meningkatkan penerimaan pajak di daerah masing-masing.









     [1] G.Kertasapoetra, dkk, 1989, Pajak Bumi dan Bangunan: Prosedur dan Pelaksanaannya, Jakarta: Bina Aksara, hal. 1

      [2] A. Ridwan Halim, 1986, Tanya Jawab Pajak Bumi dan Bangunan Serta Bea Materai, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, hal. 12
     [3] Op Cit,  hal. 5