IMPLEMENTASI KOMPETENSI JABATAN DALAM PENGANGKATAN PEJABAT STRUKTURAL DI LINGKUP PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah

Pemerintahan yang bersih dan berwibawa merupakan salah satu cita-cita dari pada pergerakan reformasi yang ditandai dengan tumbangnya masa Orde Baru. Perwujudan reformasi membawa perubahan pada masyarakat di segala sendi kehidupan termasuk pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Sistem ketatanegaraan yang sentralistik merubah diri pada bentuk desentralistik dalam wujud otonomi daerah yang pada mulanya merupakan semangat reformasi salah satunya dalam bidang kepegawaian.
Beberapa dekade yang lalu krisis kepercayaan terhadap pemerintah merupakan isu sentral yang penting kiranya disikapi. Sikap apatis masyarakat terhadap keprofesionalitas aparatur menuntut pemerintah untuk segera mereform segala kebijakan dan regulasi kepegawaian. Upaya untuk penataan kembali (right sizing) bidang kepegawaian merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk melihat seberapa jauh kepegawaian ini bisa berperan untuk menciptakan tata pemerintahan yang baik[1].
Pelaksanaan pelayanan yang baik kepada masyarakat tidak terlepas dari pada manajemen pelayanan itu sendiri. Manajemen merupakan pemberdayaan segenap sumber daya organisasi sedemikian rupa secara harmonis dalam mencapai tujuan organisasi. Karena manajemen mengisyaratkan adanya unsur kepemimpinan pengambilan keputusan, hubungan antar manusia dan manusia itu sendiri[2].

Manajemen Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna[3]. Untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang professional, bertanggung jawab, jujur dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karir yang menitikberatkan pada sistem prestasi kerja.
Permasalahan birokrasi pemerintah yang paling menonjol ialah tidak adanya pedoman yang jelas bagaimana sebaiknya mengevaluasi dan mengontrol kinerja lembaga birokrasi pemerintah. Lemahnya di sisi ini menjadikan pemerintah sebagai penguasa tunggal membawa dampak pada betapa sulitnya perwujudan demokratisasi kepegawaian. Pemerintah yang baik dan bersih pada umumnya berlangsung pad masyarakat yang memiliki kontrol sosial yang efektif, hal ini merupakan ciri dari masyarakat demokratis di mana kekuasaan pemerintahannya terbatas dan tidak bisa bertindak sewenang-wenang terhadap warga negara termasuk di dalamnya melakukan penyalahgunaan wewenang dan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)[4].
Dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah, kebijakan kepegawaian dalam undang-undang ini menganut kebijakan yang mendorong pengembangan otonomi daerah sehingga kebijakan yang dilaksanakan oleh daerah otonom sesuai dengan kebutuhannya, baik pengangkatan, penempatan, pemindahan dan mutasi maupun pemberhentian sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


    [1] Miftah Toha, Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm. 5
    [2] Dharma Setyawan Salam, Manajemen Pemerintahan Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2007, hlm. 12
    [3] Ibid, hlm. 196
    [4] Ibid, hlm. 243-244
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar