SISTEM KERJA HUMAS DAN PROTOKOL PEMERINTAH PROPINSI SUMATERA BARAT DAN KETERKAITANNYA DENGAN MEDIA


BAB I

PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang

            Akhir-akhir ini profesi HUMAS (Hubungan Masyarakat) menunjukkan perkembangan yang sangat pesat hampir di semua Negara, terutama di Negara-negara yang menganut system demokrasi. Hal ini tidaklah mengherankan bila diingat bahwa humas adalah bidang aktivitas yang bertujuan menciptakan saling pengertian yang baik antara suatu organisasi dengan publiknya.
            Dalam situasi di mana masyarakat tumbuh cerdas, kritis, dan kompetitif dalam memanfaatkan peluang-peluang yang ada, hubungan masyarakat banyak digunakan oleh organisasi, baik itu organisasi yang bersifat komersial maupun nonkomersial. Mulai dari yayasan, perguruan tinggi, dinas militer, sampai dengan lembaga-lembaga pemerintah, bahkan pesantren demi menunjang manajemen untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
            Humas atau public relations mencakup semua bentuk komunikasi yang terselengara antara organisasi yang bersangkutan dengan siapa saja yang berkepentingan dengannya. Bahkan setiap orang pada dasarnya juga selalu mengalami humas, selama ia masih menjalin kontak dengan manusia lainnya. 

Pengaruh Kepemimpinan terhadap Kompetensi Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Camat Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan


BAB I
PENDAHULUAN


I.I  Latar Belakang Masalah
            Situasi perekonomian dewasa ini berkembang sangat pesat di antaranya semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang menyebabkan timbulnya persaingan, tantangan guna mencapai efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan tugas pemerintah, maka perlu adanya peningkatan kualitas Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki keunggulan dan memegang teguh etika birokrasi dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat keinginan dan kepuasan masyarakat
            Kepemimpinan yang baik merupakan hal yang penting dalam bisnis, pemerintahan dan organisasi serta kelompok yang tidak terhitung untuk menciptakan pola hidup, bekerja dan bermain. Dalam meningkatkan kompetensi Pegawai Negeri Sipil, pemerintah agar dapat memberikan pelayanan berdasarkan perencanaan, harus harus dikaitkan dengan kepemimpinan dalam organisasi. Hal ini disebabkan kemampuan, kecakapan dan keahlian PNS tidak aka nada artinya jika semua pegawai tidak mau bekerja keras dan disiplin. Meskipun pegawai tersebut memiliki standar kompetensi secara formal dan legalitas sesuai dengan syarat-syarat dan aturan mengenai kompetensi. Oleh sebab itu, diperlukan suatu kepemimpinan yang mampu mendorong setiap pegawainya agar mau bekerja keras. Menurut Sedarmayanti[1], untuk bekerja keras tanpa dorongan keterpaksaan diperlukan kesadaran karena kesadaran merupakan kunci utama bagi manusia untuk dapat bekerja secara optimal, sedangkan kesadarna itu sangat erat hubungannya dengan kepemimpinan. Kesadaran itu timbul tergantung bagaimana seorang pemimpin mampu memotivasi para bawahannya.
            Peningkatan kompetensi PNS sangat tergantung dari bagaimana kepemimpinan seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang-orang yang dipimpinnya dengan menumbuhkan saling pengertian, kesadaran dan sepenuh hati dalam bekerja, sehingga tujuan organisasi secara keseluruhan dapat tercapai dengan efektif dan efisien. Kepemimpinan menurut Sedarmayanti[2], adalah suatu kemampuan untuk mempengaruhi tingkah laku orang lain, sehingga menumbuhkan saling pengertian, kesadaran, keikhlasan dan sepenuh hati pada orang yang dipimpinnya. 

FUNGSI HUKUM SEBAGAI ALAT DAN CERMIN PERUBAHAN MASYARAKAT DALAM POLITIK HUKUM INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
            Tanda-tanda mulai tumbuhnya pengakuan dari pentingnya fungsi hukum dalam pembangunan menurut Profesor Muchtar Kusumaatmaja menunjukkan bahwa kita tidak dapat menghindarkan kesan bahwa di tengah-tengah kesibukan tentang pembangunan ini terdapat suatu kelesuan (melaise) atau kekurangpercayaan akan hukum dan gunanya dalam masyarakat. Namun sebaliknya dan hal ini mungkin menjadi aneh kedengarannya, di puncak malaise ketiadaan kepercayaan mengenai guna bahkan adanya hukum di masyarakat kita ini, terdengar teriakan yang menandakan masih percayanya orang Indonesia terhadap keampuhan hukum. Tidak bosan-bosannya sebagian masyarakat megumandangkan the rule of law dengan harapan yang sering mengharukan bahwa dengan kembalinya ratu keadilan ke atas tahtanya, dengan sendirinya segala sesuatu akan baik kembali dan akan tercapai masyarakat yang aman damai dan sejahtera. Keadaan yang dilukiskan di atas yaitu bahwa orang disatu pihak, acuh tak acuh atau hilang kepercayaan terhadap hukum, tetapi dilain pihak memiliki kepercayaan yang naif terhadap kekuatan yang seakan-akan menjadi Religious magis dari pada hukum mencirikan cara berpikir kita umumnya tentang hukum.
            Negara Indonesia sebagai negara hukum memberikan pengertian bahwa segala tindak-tanduk dan sikap tatalaku setiap warga negara maupun pemimpin harus didasarkan oleh hukum. Konsekuensi inilah yang harus dijalankan sebaga negara yang menamakan dirinya sebagai negara hukum. Hukum dibuat dimaksudkan untuk mengatur dan menertibkan masyarakat walaupun sering pada implementasinya belum secara sempurna dapat dilakukan.
            Masyarakat suatu negara tidak dapat menghindari perubahan di segala bidang, baik tekhnologi, sosial maupun budaya. Hal ini membawa dampak pada perubahan perilaku masyarakat yang mungkin harus melakukan penyesuaian terhadap perubahan yang terjadi. Biasanya setiap perubahan membawa konsekuensi-konsekuensi yang harus disikapi pula dengan cara yang arif sehingga tidak menimbulkan permasalahan yang justru menghambat kemajuan dan perubahan dalam masyarakat, karena kemajuan dan perubahan memang sudah seharunya terjadi agar manusia menjadi lebih berkualitas dan lebih baik.
            Namun demikian, perubahan masyarakat disegala bidang dengan segala konsekuensinya itu perlu ada pengaturan melalui sebuah norma yang disepakati sebagai suatu kaedah yang disebut sebagai norma hukum yang diharapkan dpat mengawal perubahan masyarajat tersebut. Pertanyaan yang harus segera mendapat jawabannya adalah apakah hukum sebagai norma tertulis mampu dijadikan alat untuk melakukan perubahan dalam masyarakat? Dan apakah adanya hukum ini dapat dikatakan sebagai cermin dari perubahan masyarajat tersebut? Untuk menjawab dua pertanyaan tersebut perlu dilakukan penelusuran agar dapat diketahui bagaimana fungsi hukum itu dalam perubahan masyarakat dan fungsi hukum sebagai cermin perubahan masyarakat.
            Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan dalam bentuk makalah dengan judul: “Fungsi Hukum Sebagai Alat dan Cermin Perubahan Masyarakat dalam Politik Hukum Indonesia”.

IMPLEMENTASI KOMPETENSI JABATAN DALAM PENGANGKATAN PEJABAT STRUKTURAL DI LINGKUP PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah

Pemerintahan yang bersih dan berwibawa merupakan salah satu cita-cita dari pada pergerakan reformasi yang ditandai dengan tumbangnya masa Orde Baru. Perwujudan reformasi membawa perubahan pada masyarakat di segala sendi kehidupan termasuk pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Sistem ketatanegaraan yang sentralistik merubah diri pada bentuk desentralistik dalam wujud otonomi daerah yang pada mulanya merupakan semangat reformasi salah satunya dalam bidang kepegawaian.
Beberapa dekade yang lalu krisis kepercayaan terhadap pemerintah merupakan isu sentral yang penting kiranya disikapi. Sikap apatis masyarakat terhadap keprofesionalitas aparatur menuntut pemerintah untuk segera mereform segala kebijakan dan regulasi kepegawaian. Upaya untuk penataan kembali (right sizing) bidang kepegawaian merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk melihat seberapa jauh kepegawaian ini bisa berperan untuk menciptakan tata pemerintahan yang baik[1].
Pelaksanaan pelayanan yang baik kepada masyarakat tidak terlepas dari pada manajemen pelayanan itu sendiri. Manajemen merupakan pemberdayaan segenap sumber daya organisasi sedemikian rupa secara harmonis dalam mencapai tujuan organisasi. Karena manajemen mengisyaratkan adanya unsur kepemimpinan pengambilan keputusan, hubungan antar manusia dan manusia itu sendiri[2].

GOOD GOVERNANCE DAN OTONOMI DAERAH DALAM PERSPEKTIF ILMU EKOLOGI PEMERINTAHAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Indonesia adalah bangsa yang direkayasa dan diciptakan sedemikian rupa oleh sistem ketidakadilan yang berupa penjajahan, karenanya Indonesia adalah kolektivitas di mana individu bisa hidup (dan berharap untuk hidup) dengan berbagai kepentingan, bangsa, agama, dan ideologinya. Dengan demikian, jika ada sebuah pemerintahan yang diatur berdasarkan kezaliman politik, tentu ia adalah pemerintahan yang tidak acceptable oleh rakyatnya. Orde Baru adalah misal dengan sentralisasi rezim dan kekejaman cara memerintahnya, kalaupun toh ia berumur panjang, pastilah ia akan menemui ajalnya juga (dengan tidak terhormat). Karena itu, demokrasi di Indonesia menjadi sebuah barang yang mesti ditegakkan dengan segala resikonya, termasuk kealotan penyelesaian persoalan bangsa, ketidakefektifan, keruwetan dan sebagainya. Mau tidak mau, demokrasi menjadi pilihan tidak tertolak bagi pemerintahan dewasa ini. Dalam situasi di mana segenap persoalan bangsa meluap dan minta segera diselesaikan, maka konsep demokrasi sesungguhnya merupakan konsep yang paling tidak diminati. Di samping terlalu bertele-tele, tidak efektif dan tidak efisien, demokrasi juga terlalu banyak menyita waktu yang sebenarnya bisa digunakan untuk memikirkan masalah yang lebih urgen lagi. 

Di sinilah titik nadzir yang paling lemah dari demokrasi. Semua orang dan semua bangsa mengakuinya. Namun kita lantas bertanya, mengapa demokrasi menjadi satu-satunya konsep yang dipilih hampir seluruh bangsa di dunia ini untuk menyelesaikan pelbagai macam persoalannya? Untuk bisa sampai pada jawaban pertanyaan ini, maka satu hal yang mesti kita sadari bahwa alam ini memang sudah ditaqdirkan Tuhan untuk tidak sama. Pluralitas suku-bangsa, pluralitas kepentingan, pluralitas ideologi, pluralitas agama dan pelbagai macam ketidaksamaan yang lain adalah conditio sine qua non. Kondisi inilah yang menginginkan masyarakat dunia untuk segera merombak cara berpikir yang sentralistis, cara berpikir yang otoriter dan semaunya sendiri. Untuk menciptakan demokrasi, tentu tidak hanya melalui jalur kultural seperti paparan di atas, di jalur struktural pun jika kita jujur dan teliti, sesungguhnya ada jalur untuk menciptakan demokrasi itu.
Tata bangsa yang sehat dan bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme adalah sesuatu yang pasti dari prinsip good governance ini, dan tentu saja merupakan sesuatu yang sangat dirindukan masyarakat Indonesia. Terpilihnya pemimpin-pemimpin baru merupakan bagian dari kehendak rakyat yang menginginkan terciptanya hal itu. Perdebatan yang sangat sengit ini paling tidak sudah dilakukan di sidang majelis kita selama sepekan kemarin. Dari upaya bagaimana melakukan amandemen UUD 1945 sampai pada tata pemilihan yang demokratis. Harapan-harapan rakyat adalah bagaimana agar mereka bisa hidup lebih sejahtera secara ekonomi maupun politik. Secara ekonomi, rakyat Indonesia menginginkan kenaikan pendapatan perkapita, harga-harga kebutuhan pokok (merit goods) yang tidak mahal, berkurangnya angka kemiskinan, turunnya inflasi dan pelbagai indikasi kemakmuran lainnya. Secara politik, rakyat berkehendak agar demokrasi bisa berjalan sebagaimana mestinya: menghargai hak menyampaikan pendapat, menghormati hak asasi manusia, bebas berkreasi dan berorganisasi, dan penghargaan-penghargaan terhadap kebebasan berpendapat lainnya. Sebagai manifestasi dari harapan dan aspirasi rakyat banyak, terpilihnya mereka (yang dianggap reformis) tersebut tentu saja diiringi oleh berbagai agenda bangsa yang mendesak dan berat. Di sisi ekonomi, keduanya diharapkan agar mampu mengembalikan kepercayaan (trust) terhadap investasi, juga untuk mencegah dan mengantisipasi capital flight. Kepercayaan ini merupakan modal yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi Indonesia masa depan. Kita tahu bahwa untuk mengembalikan kepercayaan yang hilang, tidak hanya dibutuhkan sosok pemimpin yang tegar, berwibawa dan dikehendaki rakyat, tapi juga sosok yang mampu berkomunikasi dengan baik di dunia internasional.
        Bersikap jujur pada rakyat adalah titik tolak untuk menciptakan pemerintahan yang tidak hanya kuat (stong government), melainkan juga pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good governance). Dengan kesadaran baru, Indonesia masa depan harus dibangun dengan mentalitas dan budaya berdemokrasi yang baru pula. Sehingga agenda mendesak pemerintahan kali ini adalah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan bertanggungjawab. Tentu saja bertanggungjawab pada rakyat.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menuangkannya dalam bentuk makalah dengan judul: Good Governance dan Otonomi Daerah dalam Perspektif Ilmu Ekologi Pemerintahan.

KONFLIK TANAH “MASYARAKAT VERSUS MILITER” DI SUMATERA BARAT

BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang

Konflik tanah di Sumatera Barat, umumnya adalah konflik tanah ulayat, baik antara sesama komunitas masyarakat adat (konflik internal-horizontal) maupun antara masyarakat adat dengan pihak ketiga (konflik eksternal-vertikal), terutama dengan pemerintah, perusahaan badan hukum swasta dan militer. Konflik tanah ini telah berlangsung lama, sejak pemerintahan penjajahan kolonial Belanda sampai pemerintahan saat ini. Namun faktanya terus saja terjadi “bak air mengalir” tanpa adanya rancangan skenario komprehensif (blue print) dari pengambil kebijakan di Sumatera Barat, yang ada hanyalah daftar panjang konflik tanah dan pelanggaran hak-hak masyarakat, baik pelanggaran hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob) maupun pelanggaran hak sipil politik (sipol).  
Bila dicermati lebih jauh, sebenarnya keterlibatan institusi militer dalam konflik tanah maupun dalam SDA lainnya, tak terlepas dari kepentingan politik, arogansi kekuasaan dan ekonomi semata. Faktanya banyak tanah ulayat milik masyarakat secara sepihak diklaim dan dikuasai pada awalnya atas dasar tanah negara bekas erfach verponding atau atas dasar pengamanan, namun selanjutnya berubah menjadi ladang bisnis baru bagi institusi militer, seperti yang terjadi di Nagari Kapalo Hilalang Kab. Padang Pariaman.
Penguasaan tanah milik masyarakat oleh negara termasuk institusi militer, seringkali mengabaikan faktor historis dan asal usul tanah tersebut sebagai tanah ulayat masyarakat. Justeru ini pemicu utama sebenarnya terjadinya konflik tanah masyarakat vs militer di Sumatera Barat. Tanah ulayat Nagari Mungo dan Kapalo Hilalang misalnya, secara historis hak kepemilikannya jelas merupakan tanah ulayat nagari yang semasa pemerintahan kolonial Belanda disewakan atau dikontrakan kepada Pemerintah Hindia Belanda atau swasta asing dengan surat perjanjian tertulis. Kondisi serupa juga terdapat pada tanah ulayat Nagari Kapalo Hilalang Kabupaten Padang Pariaman dan  tanah warga Dadok Tunggul Hitam Padang. Warga Dadok Tunggul Hitam Padang telah memiliki bukti kuat secara yuridis atas tanahnya, yakni putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).  Namun faktanya tanah mereka tetap dirampas paksa dengan cara-cara  represif mengunakan kekuatan militer pada tanggal 12-15 Juni 2004 dengan memindahkan pilar-pilar batas tanah, selanjutnya  diklaim sebagai tanah erfacht verponding No. 1648 dengan adanya sertifikat HPL tahun 1971 dan 1972 yang diperbarui dengan sertifikat HPL tahun 2007 oleh BPN Kota Padang.
            Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membahas pemasalahan tentang: “Konflik Tanah Masyarakat Versus Militer di Sumatera Barat”.

B.       Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana problematika konflik tanah masyarakat versus Militer di Sumatera Barat?
2.    Apa saja kasus tanah yang terjadi antara masyarakat dengan militer di Sumatera Barat?

C.      Metode Penelitian

Penelitian ini selain bersifat studi kepustakaan (library research), data juga diperoleh berdasarkan hasil pengamatan langsung yang penulis lakukan (field research) terutama yang berhubungan dengan konflik tanah antara masyarakat dengan militer di Sumatera Barat.



1.      PENGANGKATAN ANAK WNI OLEH ORANG ASING
2.      TANGGUNG JAWAB PENERBIT TERHADAP PENERBITAN BILYET GIRO YANG TIDAK ADA DANANYA
3.      DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN PEMBERIAN KREDIT PADA BANK
4.      PROBLEMANTIKA PERWAKAPAN TANAH HAK MILIK DAN CARA PENYELESAIAN (STUDI DI KUA KEC. GONDANG LEGI KAB. MALANG)
5.     PERTANGGUNG JAWABAN PERDATA MANAJE INVESTASI TERHADAP INVESTOR YANG DIRUGIKAN DALAM REKSA DANA
6.      PELAKSANAAN PENDAFTARAN HAK  ATAS TANAH SECARA SISTIMATIK MELALUI PROYEK AJUDIKASI [STUDI DI WILAYAH KERJA KANTOR KODYA DATI II MALANG] – 98
7.      TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENGALENGAN UDANG TERHADAP KONSUMEN YANG DIRUGIKAN [STUDI KASUS PERUSAHAAN PENGALENGAN UDANG DI SITUBONDO] – 99
8.      TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI ANTARA PN PERTAMINA BALIKPAPAN DENGAN UNION OIL COMPANY (UNO GAL) STUDI DI PN PERTAMINA BALIKPAPAN – 99
9.      PENERAPAN PEJABAT PEMBUAT AKTE TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NO. 24 TH 1997 DALAM KAITANNYA DENGAN PENDAFTARAN TANAH [STUDI DI KANTOR NOTARIS DAN PPAT TENGGARONG KALTIM] – 98
10.  PERBANDINGAN KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM HAL PEWARISAN MENURUT HUKUM ADAT BALI DAN HUKUM ISLAM – 97
11.  PERAN KOPERASI PEGAWAI NEGERI DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN ANGGOTA DI KODYA YK – 97
12.  PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PT. ASERINDO SEBAGAI PENJAMIN SURETI BOND WILAYAH JATENG DIY – 02

Administrasi Negara Terbaru




1
FAKTOR MOTIVASI KERJA PERANGKAT DESA DALAM PELAKSANAAN TUGAS (STUDI TENTANG FAKTOR MOTIVASI KERJA PERANGKAT DESA DALAM PELAKSANAAN TUGAS DI DESA-DESA DALAM WILAYAH KECAMATAN ……..KABUPATEN ………….

2
PELAKSANAAN TERTIB ADMINISTRASI PERTANAHAN (STUDI DI BADAN PERTANAHAN NASIONAL KABUPATEN ………..)

3
PENGARUH TINGKAT KEMAMPUAN INDIVIDU, HUBUNGAN ANALISA JABATAN, MOTIVASI DAN PARTISIPASI AKTIF TERHADAP HASIL PENDIDIKAN DAN LATIHAN PEGAWAI PENGATUR MUDA TATA USAHA (PAMTU) (SUATU PENELITIAN TENTANG PENDIDIKAN DAN LATIHAN PEGAWAI PENGATUR MUDA TATA USAHA DI KANTOR DAERAH TELEKOMUNIKASI ………….)

4
PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DEPARTEMEN KESAHATAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP EFEKTIVITAS KERJA PEGAWAI (STUDI PENELITIAN DI BAGIAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH KAB………..)

5
PERANAN MOTIVASI TERHADAP SEMANGAT KERJA PEGAWAI (STUDI KASUS PADA DINAS PERTANIAN KAB………..)

6
PENGARUH KEMAMPUAN APARAT DAN MOTIVASI KERJA EFEKTIVITAS KERJA APARAT (STUDI KASUS DI KANWIL TRANSMIGRASI PROPINSI…………)

7
IMPLEMENTASI DESENTRALISASI DATI II (STUDI KASUS PENYELENGARAAN URUSAN KESEHATAN DI KABUPATEN ……………..)

8
EFEKTIVITAS ORGANISASI DINAS PENDAPATAN DAERAH DALAM MELAKSANAKAN PEMUNGUTAN PAJAK SEBAGAI PENUNJANG PEMBANGUNAN DAERAH (STUDI PENELITIAN DI KANTOR DINAS PENDAPATAN DAERAH KAB………………..)

9
ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PENGEMBANGAN ORGANISASI DI BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PROPINSI………….



10
PERAN KEPEMIMPINAN LURAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (SUATU PENELITIAN DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA ………, KECAMATAN ……..KABUPATEN ………..)


11
ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PENGEMBANGAN ORGANISASI DI BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN …………

12
GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA DESA (STUDI TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA DESA DI DESA …....... KECAMATAN ………, KABUPATEN……..)

13
HUBUNGAN PERENCANAAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP KEBERHASILAN PEMBANGUNAN DESA (STUDI PENELITIAN DI DESA …………KECAMATAN ……KABUPATEN ……..)

14
HUBUNGAN MOTIVASI KERJA DAN KEPEMIMPINAN TERHADAP DISIPLIN KERJA (PENELITIAN DI KANTOR KECAMATAN ………, KABUPATEN ……….

15
HUBUNGAN KEPEMIMPINAN DAN SEMANGAT KERJA TERHADAP EFISIENSI KERJA PEGAWAI (STUDI PENELITIAN TENTANG EFISIENSI KERJA PEGAWAI PADA KANTOR KECAMATAN ……., KABUPATEN…………..)












Skripsi Administrasi Negara Terbaru


JUDUL SKRIPSI ILMU KOMUNIKASI





1.     Pola Komunikasi Organisasi di Kantor………………………

2.     Sistem Kerja Humas dan Protokol Pemerintah Propinsi...............dan Keterkaitannya dengan Media.

3.     Komunikasi Interpersonal Antara Pimpinan dan Jama]ah dalam Rangka Mendalami Ajaran Islam Menurut Pemahaman Syathariyah : Studi pada Jama’ah Syathariah..........Kabupaten...........

4.     Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai ...............

5.     Pengaruh Manajemen SDM dan Iklim Komunikasi Terhadap Kinerja Karyawan...............

6.     Hubungan Gaya Kepemimpinan dan Pola Komunikasi Terhadap Motivasi Kerja Karyawan...................

7.     Pengaruh Komunikasi Interpersonal Antar Pegawai Terhadap Kinerja Pegawai Dinas.....................................

8.     Peranan Komunikasi dan Semangat Kerja untuk Meningkatkan Prestasi Kerja Karyawan Pada...................

9.     Hubungan Antara Tingkat Kepuasan Komunikasi Karyawan dengan Produktivitas Kerja (Studi Kasus pada Kantor ………………).

10.Iklim Komunikasi sebagai Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepuasan Kerja (Suatu Studi Korelasional antara Iklim Komunikasi dengan Tingkat Kepuasan Kerja pada Karyawan……………………..).

11.Pengaruh Keterbukaan Komunikasi Antara Pimpinan dengan Bawahan Terhadap Prestasi Kerja

12.Fungsi Interaksi Antara Guru dengan Murid di Kelas I SMP..................

13.Pers Pasca Orde Baru dan Persepsi Mahasiswa [Suatu Tinjauan Deskriptif]

14.Keterbukaan Komunikasi antara Pimpinan dengan Karyawan Terhadap Usaha Peningkatan Kualitas Kerja Karyawan.............

15.Pengaruh Intensitas Komunikasi Antar Pribadi dan Kredibilitas Kepala Desa TERHADAP Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa di .......................

16.Efektivitas Komunikasi Interpersonal Antara Sales Promotion Girl Dengan Perilaku Pembeli........................

17.Pola Komunikasi Pimpinan dan Pengaruhnya Terhadap Semangat Kerja Karyawan (Studi Kasus pada Pimpinan dan Karyawan di...............................)

18.Pendekatan Interpersonal Calon Kepala Desa Dan Dukungan Suara Dalam Pemilihan Kepala Desa di........................

19.Efektivitas Pelaksanaan Komunikasi di Kantor........ Dalam Meningkatkan Gairah Kerja Bagi Karyawan

20.Pengaruh Komunikasi dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Anak