STRATEGI CAMAT DALAM MENINGKATKAN PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DI KECAMATAN SANGIR JUJUAN (STUDI KASUS DI KANTOR CAMAT KECAMATAN SANGIR JUJUAN KABUPATEN SOLOK SELATAN)


BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan wadah atau tempat hidup dan berkembangnya rakyat Indonesia, yaitu sebagai tempat usaha atau kegiatan dari sekitar 250 juta jiwa lebih warga Negara beserta sejumlah penduduk Negara lain yang diperkenankan pemerintah Republik Indonesia mencari lapangan usaha di Indonesia. Untuk mengatur kepentingan sejumlah rakyat, roda pemerintahan harus berjalan lancar dan untuk itu diperlukan biaya atau uang yang jumlahnya sangat besar. Biaya atau uang tersebut diperoleh dari sumber yang terdapat dalam Negara, antara lain[1]:
a.       Sumber Bumi, air dan kekayaan alamnya;
b.      Pajak-pajak bea dan cukai;
c.       Hasil perusahaan-perusahaan negara;
d.      Retribusi, dan
e.       Sumber-sumebr lain (denda, keuntungan dari saham-saham, perdagangan, dll).
Sebagai warga Negara kita semua harus menyadari kewajiban-kewajiban kita terhadap Negara sebagai imbalan atas perlindungan dan hak-hak yang diberikan terhadap kita. Dengan perkataan “tidak sepatutnyalah kita menerima atau menuntut berbagai hak dari Negara, sedang kita mengabaikan kewajiban-kewajiban kita terhadap negara”. 
Sebagai insan Pancasilais kita harus pandai menerima dan pandai pula memberi dan ini namanya “pandai bergotong royong dalam kehidupan bermasyarakat”. Kita menghendaki agar Negara menciptakan bagi kita semua kehidupan yang adil dan makmur lahiriah dan batiniah dan kita harus mewujudkan kewajiban-kewajiban kita terhadap Negara dengan sebaik-baiknya. Negara telah memberikan hasil-hasil pembangunan melalui kegiatan pemerintahan yang meliputi segala bidang ekonomi, ideologi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan sehingga kehidupan kita semua menjadi maju dan berkembang dalam suatu Negara yang aman dan kuat bebas dari segala gangguan dan rongrongan dan untuk itu semua kita harus sadar akan kewajiban-kewajiban kita semua terhadap negara, terutama dalam soal pembiayaannya, karena semua hasil pembangunan harus dibiayai. Dalam Negara Republik Indonesia yang kehidupan rakyat dan perekonomiannya sebagian besar bercorak agraris, bumi termasuk perairan dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya mempunyai fungsi penting dalam membangun masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu bagi mereka yang memperoleh manfaat dari bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, karena mendapat sesuatu hak dari kekuasaaan Negara, wajar menyerahkan sebagian dari kenikmatan yang diperolehnya kepada Negara melalui pajak.
Dari apa yang telah dikemukakan di atas, maka tersimpul falsafah dalam Undang-undang Perpajakan di Negara kita c.q. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994  tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai berikut[2]:
a.       Keikutsertaan dan kegotongroyongan rakyat dalam pembiayaan pembangunan;
b.      Bumi dan bangunan memberikan kedudukan social, ekonomi, yang lebih dan keuntungan bagi pemilik dan/atau yang menguasainya;
c.       Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara;
d.      Sistem perpajakan yang sederhana, mudah dimengerti dan efektif pelaksanaannya.
Diundangkannya UU No.12/1994 tentang PBB oleh Pemerintah adalah sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, di mana Pemerintah perlu mengadakan pembahasan sistem perpajakan yang berlaku dengan sistem yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban serta memenuhi haknya di bidang perpajakan sehingga dapat mewujudkan perluasan dan peningkatan kesadaran perpajakan serta meratakan pendapatan masyarakat.
Kesadaran untuk menjadi Wajib Pajak dan memenuhi segala kewajibannya perlu dibina sehingga timbul di setiap kalbu rakyat/ penduduk yang hidup bermasyarakat di Negara Republik Indonesia. Dengan demikian maka roda pemerintahan akan berlangsung lancar demi kepentingan rakyat/penduduk itu sendiri dan lancarnya roda pemerintahan akan melancarkan pula tercapainya keseluruhan cita-cita rakyat/penduduk yang hidup dalam Negara yang adil dan makmur dalam lingkup nilai-nilai Pancasila dan berdasarkan UUD 1945. Setiap rakyat/penduduk harus sadar bahwa kewajiban membayar Pajak Bumi dan Bangunan bukanlah untuk pihak lain, tetapi untuk melancarkan jalannya roda pemerintahan yang mengurusi segala kepentingan rakyat/penduduk sendiri. Jadi sadar berkorban dan pengorbanan itu adalah untuk kepentingannya sendiri dari generasi ke generasi.
Masih cukup banyak rakyat yang tidak sadar akan kewajiban-kewajibannya, yang seharusnya mereka malu untuk kepentingannya, untuk kepentingan anak cucunya mereka enggan memenuhi kewajibannya yang hanya setahun sekali dan jumlahnya yang tidak seberapa. Dapat diumpamakan bahwa mereka yang hidup demikian adalah bagaikan benalu yang ingin hidup secara menumpang pada kehidupan orang lain yang sadar akan kewajiban-kewajibannya. Mereka yang tidak sadar untuk memenuhi kewajiban PBB-nya seakan-akan buta atau menutup mata akan adanya: jalan-jalan dan sarana perhubungan lainnya yang mereka gunakan setiap harinya, sekolah dan rumah sakit yang mencerdaskan dan menyehatkan kelurganya, polisi dan pengadilan yang melindungi dan memberikan ketenangan hidupnya, aparatur pemerintahan dan pertahanan yang memudahkan segala kepentingan dan melenyapkan segala bentuk rongrongan terhadap kemerdekaan hidupnya. Mereka buta atau sengaja membutakan dirinya terhadap segala sesuatu yang mereka perlukan, yang adanya sarana dan aparaturnya memerlukan sejumlah biaya besar.
Kita juga semua harus sadar bahwa di Negara manapun di dunia, pemungutan pajak oleh pemerintahannya dilakukan terhadap rakyat di masing-masing Negara itu, sama keperluannya untuk pembiayaan pemerintah dan pembangunan, hanya cara dan penggunaannya yang mungkin berbeda antara satu Negara dengan Negara yang lain..
Di Negara kita, pajak dipungut atas asas semangat gotong royong dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat/penduduk itu sendiri sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang[3].
Menurut ketentuan undang-undang bahwa setiap pembayaran pajak harus masuk ke kas Negara. Dalam pelaksanaannya, untuk penyetoran atau pembiayaan Pajak Bumi dan Bangunan dapat dilakukan melalui bank, kantor pos dan giro, dan tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan (melalui petugas pemungut). Sedangkan wewenang penagihan dilimpahkan kepada Kepala Daerah (Gubernur/Bupati.Walikota). Pelimpahan wewenang penagihan Pajak Bumi dan Bangunan ini hanya untuk menagih wajib pajak pedesaan dan perkotaan, sedangkan untuk wajib pajak perkebunan, perhutanan dan pertambangan penagihannya tidak dilimpahkan.
Walaupun pelimpahan wewenang di atas adalah merupakan pelimpahan kewenangan penagihan PBB, tetapi pelimpahan kewenangan tersebut kepada Kepala Daerah (Gubernur/Bupati.Walikota), bukanlah melimpahkan wewenang dalam urusan penagihan, tetapi hanya pelimpahan wewenang dalam hal pemungutan pajak saja. Pendataan obyek pajak dan penetapan pajak yang terhitung tetap menjadi kewenangan Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Pajak.
Jelasnya, penagihan PBB dilimpahkan kepada Kepala Daerah (Gubernur/Bupati.Walikota),meliputi penagihan objek pajak persawahan/peladangan, perumahan, industri/dagang/jasa, peternakan dan perikanan. Dalam hal ini meliputi kegiatan penarikan uang dari wajib pajak serta pengawasan atas penyetoran PBB.
Oleh karena pemungutan pajak, dalam hal ini PBB telah dilimpahkan kepada Pemda seperti yang telah disebutkan di atas, maka sehubungan dengan itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Strategi Camat dalam Meningkatkan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kecamatan Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan (Studi Kasus Kantor Kec. Sangir Jujuan Kab. Solok Selatan)”.

1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka pada rumusan masalah ini penulis akan mengemukakan beberapa rumusan masalah yang merupakan inti dari pokok permasalahan sebagai berikut:
  1. Bagaimana strategi camat dalam meningkatkan penerimaan PBB di Kecamatan Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan?
  2. Kendala-kendala apa saja yang ditemui dalam meningkatkan penerimaan PBB di Kecamatan Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan?
  3. Upaya-upaya apa saja yang dilakukan dalam rangka mengatasi kendala dalam meningkatkan penerimaan PBB di Kecamatan Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan?

1.3  Tujuan Penelitian
  1. Untuk mengetahui strategi camat dalam meningkatkan penerimaan PBB di Kecamatan Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan;
  2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang ditemui dalam meningkatkan penerimaan PBB di Kecamatan Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan;
  3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka mengatasi kendala dalam meningkatkan penerimaan PBB di Kecamatan Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan.

1.4 Manfaat Penelitian
       Adapun manfaat penelitian ini penulis bagi menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut:
1.      Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan Ilmu Administrasi Negara secara umum, dan kajian tentang peranan camat dalam meningkatkan penerimaan PBB khususnya serta dapat dikembangkan oleh peneliti-peneliti berikutnya.
2.      Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan berguna bagi petugas pajak/pegawai di kantor kecamatan yang diberikan wewenang untuk mengurus masalah pajak terutama mengenai upaya atau langkah dalam meningkatkan penerimaan pajak di daerah masing-masing.









     [1] G.Kertasapoetra, dkk, 1989, Pajak Bumi dan Bangunan: Prosedur dan Pelaksanaannya, Jakarta: Bina Aksara, hal. 1

      [2] A. Ridwan Halim, 1986, Tanya Jawab Pajak Bumi dan Bangunan Serta Bea Materai, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, hal. 12
     [3] Op Cit,  hal. 5

1 komentar: