Tampilkan postingan dengan label Makalah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Makalah. Tampilkan semua postingan

FUNGSI HUKUM SEBAGAI ALAT DAN CERMIN PERUBAHAN MASYARAKAT DALAM POLITIK HUKUM INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
            Tanda-tanda mulai tumbuhnya pengakuan dari pentingnya fungsi hukum dalam pembangunan menurut Profesor Muchtar Kusumaatmaja menunjukkan bahwa kita tidak dapat menghindarkan kesan bahwa di tengah-tengah kesibukan tentang pembangunan ini terdapat suatu kelesuan (melaise) atau kekurangpercayaan akan hukum dan gunanya dalam masyarakat. Namun sebaliknya dan hal ini mungkin menjadi aneh kedengarannya, di puncak malaise ketiadaan kepercayaan mengenai guna bahkan adanya hukum di masyarakat kita ini, terdengar teriakan yang menandakan masih percayanya orang Indonesia terhadap keampuhan hukum. Tidak bosan-bosannya sebagian masyarakat megumandangkan the rule of law dengan harapan yang sering mengharukan bahwa dengan kembalinya ratu keadilan ke atas tahtanya, dengan sendirinya segala sesuatu akan baik kembali dan akan tercapai masyarakat yang aman damai dan sejahtera. Keadaan yang dilukiskan di atas yaitu bahwa orang disatu pihak, acuh tak acuh atau hilang kepercayaan terhadap hukum, tetapi dilain pihak memiliki kepercayaan yang naif terhadap kekuatan yang seakan-akan menjadi Religious magis dari pada hukum mencirikan cara berpikir kita umumnya tentang hukum.
            Negara Indonesia sebagai negara hukum memberikan pengertian bahwa segala tindak-tanduk dan sikap tatalaku setiap warga negara maupun pemimpin harus didasarkan oleh hukum. Konsekuensi inilah yang harus dijalankan sebaga negara yang menamakan dirinya sebagai negara hukum. Hukum dibuat dimaksudkan untuk mengatur dan menertibkan masyarakat walaupun sering pada implementasinya belum secara sempurna dapat dilakukan.
            Masyarakat suatu negara tidak dapat menghindari perubahan di segala bidang, baik tekhnologi, sosial maupun budaya. Hal ini membawa dampak pada perubahan perilaku masyarakat yang mungkin harus melakukan penyesuaian terhadap perubahan yang terjadi. Biasanya setiap perubahan membawa konsekuensi-konsekuensi yang harus disikapi pula dengan cara yang arif sehingga tidak menimbulkan permasalahan yang justru menghambat kemajuan dan perubahan dalam masyarakat, karena kemajuan dan perubahan memang sudah seharunya terjadi agar manusia menjadi lebih berkualitas dan lebih baik.
            Namun demikian, perubahan masyarakat disegala bidang dengan segala konsekuensinya itu perlu ada pengaturan melalui sebuah norma yang disepakati sebagai suatu kaedah yang disebut sebagai norma hukum yang diharapkan dpat mengawal perubahan masyarajat tersebut. Pertanyaan yang harus segera mendapat jawabannya adalah apakah hukum sebagai norma tertulis mampu dijadikan alat untuk melakukan perubahan dalam masyarakat? Dan apakah adanya hukum ini dapat dikatakan sebagai cermin dari perubahan masyarajat tersebut? Untuk menjawab dua pertanyaan tersebut perlu dilakukan penelusuran agar dapat diketahui bagaimana fungsi hukum itu dalam perubahan masyarakat dan fungsi hukum sebagai cermin perubahan masyarakat.
            Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan dalam bentuk makalah dengan judul: “Fungsi Hukum Sebagai Alat dan Cermin Perubahan Masyarakat dalam Politik Hukum Indonesia”.

GOOD GOVERNANCE DAN OTONOMI DAERAH DALAM PERSPEKTIF ILMU EKOLOGI PEMERINTAHAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Indonesia adalah bangsa yang direkayasa dan diciptakan sedemikian rupa oleh sistem ketidakadilan yang berupa penjajahan, karenanya Indonesia adalah kolektivitas di mana individu bisa hidup (dan berharap untuk hidup) dengan berbagai kepentingan, bangsa, agama, dan ideologinya. Dengan demikian, jika ada sebuah pemerintahan yang diatur berdasarkan kezaliman politik, tentu ia adalah pemerintahan yang tidak acceptable oleh rakyatnya. Orde Baru adalah misal dengan sentralisasi rezim dan kekejaman cara memerintahnya, kalaupun toh ia berumur panjang, pastilah ia akan menemui ajalnya juga (dengan tidak terhormat). Karena itu, demokrasi di Indonesia menjadi sebuah barang yang mesti ditegakkan dengan segala resikonya, termasuk kealotan penyelesaian persoalan bangsa, ketidakefektifan, keruwetan dan sebagainya. Mau tidak mau, demokrasi menjadi pilihan tidak tertolak bagi pemerintahan dewasa ini. Dalam situasi di mana segenap persoalan bangsa meluap dan minta segera diselesaikan, maka konsep demokrasi sesungguhnya merupakan konsep yang paling tidak diminati. Di samping terlalu bertele-tele, tidak efektif dan tidak efisien, demokrasi juga terlalu banyak menyita waktu yang sebenarnya bisa digunakan untuk memikirkan masalah yang lebih urgen lagi. 

Di sinilah titik nadzir yang paling lemah dari demokrasi. Semua orang dan semua bangsa mengakuinya. Namun kita lantas bertanya, mengapa demokrasi menjadi satu-satunya konsep yang dipilih hampir seluruh bangsa di dunia ini untuk menyelesaikan pelbagai macam persoalannya? Untuk bisa sampai pada jawaban pertanyaan ini, maka satu hal yang mesti kita sadari bahwa alam ini memang sudah ditaqdirkan Tuhan untuk tidak sama. Pluralitas suku-bangsa, pluralitas kepentingan, pluralitas ideologi, pluralitas agama dan pelbagai macam ketidaksamaan yang lain adalah conditio sine qua non. Kondisi inilah yang menginginkan masyarakat dunia untuk segera merombak cara berpikir yang sentralistis, cara berpikir yang otoriter dan semaunya sendiri. Untuk menciptakan demokrasi, tentu tidak hanya melalui jalur kultural seperti paparan di atas, di jalur struktural pun jika kita jujur dan teliti, sesungguhnya ada jalur untuk menciptakan demokrasi itu.
Tata bangsa yang sehat dan bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme adalah sesuatu yang pasti dari prinsip good governance ini, dan tentu saja merupakan sesuatu yang sangat dirindukan masyarakat Indonesia. Terpilihnya pemimpin-pemimpin baru merupakan bagian dari kehendak rakyat yang menginginkan terciptanya hal itu. Perdebatan yang sangat sengit ini paling tidak sudah dilakukan di sidang majelis kita selama sepekan kemarin. Dari upaya bagaimana melakukan amandemen UUD 1945 sampai pada tata pemilihan yang demokratis. Harapan-harapan rakyat adalah bagaimana agar mereka bisa hidup lebih sejahtera secara ekonomi maupun politik. Secara ekonomi, rakyat Indonesia menginginkan kenaikan pendapatan perkapita, harga-harga kebutuhan pokok (merit goods) yang tidak mahal, berkurangnya angka kemiskinan, turunnya inflasi dan pelbagai indikasi kemakmuran lainnya. Secara politik, rakyat berkehendak agar demokrasi bisa berjalan sebagaimana mestinya: menghargai hak menyampaikan pendapat, menghormati hak asasi manusia, bebas berkreasi dan berorganisasi, dan penghargaan-penghargaan terhadap kebebasan berpendapat lainnya. Sebagai manifestasi dari harapan dan aspirasi rakyat banyak, terpilihnya mereka (yang dianggap reformis) tersebut tentu saja diiringi oleh berbagai agenda bangsa yang mendesak dan berat. Di sisi ekonomi, keduanya diharapkan agar mampu mengembalikan kepercayaan (trust) terhadap investasi, juga untuk mencegah dan mengantisipasi capital flight. Kepercayaan ini merupakan modal yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi Indonesia masa depan. Kita tahu bahwa untuk mengembalikan kepercayaan yang hilang, tidak hanya dibutuhkan sosok pemimpin yang tegar, berwibawa dan dikehendaki rakyat, tapi juga sosok yang mampu berkomunikasi dengan baik di dunia internasional.
        Bersikap jujur pada rakyat adalah titik tolak untuk menciptakan pemerintahan yang tidak hanya kuat (stong government), melainkan juga pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good governance). Dengan kesadaran baru, Indonesia masa depan harus dibangun dengan mentalitas dan budaya berdemokrasi yang baru pula. Sehingga agenda mendesak pemerintahan kali ini adalah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan bertanggungjawab. Tentu saja bertanggungjawab pada rakyat.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menuangkannya dalam bentuk makalah dengan judul: Good Governance dan Otonomi Daerah dalam Perspektif Ilmu Ekologi Pemerintahan.

KONFLIK TANAH “MASYARAKAT VERSUS MILITER” DI SUMATERA BARAT

BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang

Konflik tanah di Sumatera Barat, umumnya adalah konflik tanah ulayat, baik antara sesama komunitas masyarakat adat (konflik internal-horizontal) maupun antara masyarakat adat dengan pihak ketiga (konflik eksternal-vertikal), terutama dengan pemerintah, perusahaan badan hukum swasta dan militer. Konflik tanah ini telah berlangsung lama, sejak pemerintahan penjajahan kolonial Belanda sampai pemerintahan saat ini. Namun faktanya terus saja terjadi “bak air mengalir” tanpa adanya rancangan skenario komprehensif (blue print) dari pengambil kebijakan di Sumatera Barat, yang ada hanyalah daftar panjang konflik tanah dan pelanggaran hak-hak masyarakat, baik pelanggaran hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob) maupun pelanggaran hak sipil politik (sipol).  
Bila dicermati lebih jauh, sebenarnya keterlibatan institusi militer dalam konflik tanah maupun dalam SDA lainnya, tak terlepas dari kepentingan politik, arogansi kekuasaan dan ekonomi semata. Faktanya banyak tanah ulayat milik masyarakat secara sepihak diklaim dan dikuasai pada awalnya atas dasar tanah negara bekas erfach verponding atau atas dasar pengamanan, namun selanjutnya berubah menjadi ladang bisnis baru bagi institusi militer, seperti yang terjadi di Nagari Kapalo Hilalang Kab. Padang Pariaman.
Penguasaan tanah milik masyarakat oleh negara termasuk institusi militer, seringkali mengabaikan faktor historis dan asal usul tanah tersebut sebagai tanah ulayat masyarakat. Justeru ini pemicu utama sebenarnya terjadinya konflik tanah masyarakat vs militer di Sumatera Barat. Tanah ulayat Nagari Mungo dan Kapalo Hilalang misalnya, secara historis hak kepemilikannya jelas merupakan tanah ulayat nagari yang semasa pemerintahan kolonial Belanda disewakan atau dikontrakan kepada Pemerintah Hindia Belanda atau swasta asing dengan surat perjanjian tertulis. Kondisi serupa juga terdapat pada tanah ulayat Nagari Kapalo Hilalang Kabupaten Padang Pariaman dan  tanah warga Dadok Tunggul Hitam Padang. Warga Dadok Tunggul Hitam Padang telah memiliki bukti kuat secara yuridis atas tanahnya, yakni putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).  Namun faktanya tanah mereka tetap dirampas paksa dengan cara-cara  represif mengunakan kekuatan militer pada tanggal 12-15 Juni 2004 dengan memindahkan pilar-pilar batas tanah, selanjutnya  diklaim sebagai tanah erfacht verponding No. 1648 dengan adanya sertifikat HPL tahun 1971 dan 1972 yang diperbarui dengan sertifikat HPL tahun 2007 oleh BPN Kota Padang.
            Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membahas pemasalahan tentang: “Konflik Tanah Masyarakat Versus Militer di Sumatera Barat”.

B.       Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana problematika konflik tanah masyarakat versus Militer di Sumatera Barat?
2.    Apa saja kasus tanah yang terjadi antara masyarakat dengan militer di Sumatera Barat?

C.      Metode Penelitian

Penelitian ini selain bersifat studi kepustakaan (library research), data juga diperoleh berdasarkan hasil pengamatan langsung yang penulis lakukan (field research) terutama yang berhubungan dengan konflik tanah antara masyarakat dengan militer di Sumatera Barat.


PERKEMBANGAN HUKUM DI INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Makalah Sejarah Hukum ini kami susun sebagai salahsatu prasayarat kelulusan Mata Kuliah Sejarah Hukum yang secara spesifik membahas tentang perkembangan hukum di Indonesia dilihat dari aspek jenis hukum dan periodenya. Penyusunan makalah ini selain dilatarbelakangi oleh tanggungjawab akademis, juga dilatarbelakangi oleh tanggungjawab moral sebagai mahasiswa pasca sarjana yang mempelajari hukum secara intens, terutama tentang perkembangan hukum di Indonesia dari hukum colonial ke hukum nasional.
B. Maksud dan Tujuan
Penyusunan makalah ini memiliki maksud dan tujuan diantaranya adalah sebagai berikut:
M   1. Mengetahui dan memahami perkembangan hukum di Indonesia berdasar periodenya (waktu)
2.        2. Mengetahui perkembangan hukum di Indonesia berdasarkan jenis dan keragamannya.
C. Rumusan Masalah
Batasan masalah yang akan dibahas lebih lanjut dalam Bab II Pembahasan Makalah ini dirumuskan sebagai berikut:
1.      1. Bagaimanakah perkembangan hukum di Indonesia berdasarkan periode atau waktunya?
2.      2. Bagaimanakah perkembangan hukum di Indonesia pada awal kemerdekaan Indonesia?
3.      3. Bagaimanakah perkembangan hukum di Indonesia pada masa pemerintahan Soekarno (ORLA=orde lama)?
4.      4. Bagaimanakah perkembangan hukum di Indonesia pada masa pemerintahan Soeharto (ORBA=orde baru)?
5.      5. Bagaimanakah perkembangan hukum di Indonesia pada masa reformasi?
6.     6. Bagaimanakah perkembangan hukum pidana, hukum agraria, hukum tata negara dan hukum bisnis di Indonesia?
D. Metode Penulisan
Penyusunan makalah ini menggunakan pendekatan kualitatif yang mengacu pada tinjauan pustaka (referensi) yang ada.





FUNGSI HUKUM SEBAGAI ALAT DAN CERMIN PERUBAHAN MASYARAKAT DALAM POLITIK HUKUM INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
            Tanda-tanda mulai tumbuhnya pengakuan dari pentingnya fungsi hukum dalam pembangunan menurut Profesor Muchtar Kusumaatmaja menunjukkan bahwa kita tidak dapat menghindarkan kesan bahwa di tengah-tengah kesibukan tentang pembangunan ini terdapat suatu kelesuan (melaise) atau kekurangpercayaan akan hukum dan gunanya dalam masyarakat. Namun sebaliknya dan hal ini mungkin menjadi aneh kedengarannya, di puncak malaise ketiadaan kepercayaan mengenai guna bahkan adanya hukum di masyarakat kita ini, terdengar teriakan yang menandakan masih percayanya orang Indonesia terhadap keampuhan hukum. Tidak bosan-bosannya sebagian masyarakat megumandangkan the rule of law dengan harapan yang sering mengharukan bahwa dengan kembalinya ratu keadilan ke atas tahtanya, dengan sendirinya segala sesuatu akan baik kembali dan akan tercapai masyarakat yang aman damai dan sejahtera. Keadaan yang dilukiskan di atas yaitu bahwa orang disatu pihak, acuh tak acuh atau hilang kepercayaan terhadap hukum, tetapi dilain pihak memiliki kepercayaan yang naif terhadap kekuatan yang seakan-akan menjadi Religious magis dari pada hukum mencirikan cara berpikir kita umumnya tentang hukum.
            Negara Indonesia sebagai negara hukum memberikan pengertian bahwa segala tindak-tanduk dan sikap tatalaku setiap warga negara maupun pemimpin harus didasarkan oleh hukum. Konsekuensi inilah yang harus dijalankan sebaga negara yang menamakan dirinya sebagai negara hukum. Hukum dibuat dimaksudkan untuk mengatur dan menertibkan masyarakat walaupun sering pada implementasinya belum secara sempurna dapat dilakukan.

            Masyarakat suatu negara tidak dapat menghindari perubahan di segala bidang, baik tekhnologi, sosial maupun budaya. Hal ini membawa dampak pada perubahan perilaku masyarakat yang mungkin harus melakukan penyesuaian terhadap perubahan yang terjadi. Biasanya setiap perubahan membawa konsekuensi-konsekuensi yang harus disikapi pula dengan cara yang arif sehingga tidak menimbulkan permasalahan yang justru menghambat kemajuan dan perubahan dalam masyarakat, karena kemajuan dan perubahan memang sudah seharunya terjadi agar manusia menjadi lebih berkualitas dan lebih baik.
            Namun demikian, perubahan masyarakat disegala bidang dengan segala konsekuensinya itu perlu ada pengaturan melalui sebuah norma yang disepakati sebagai suatu kaedah yang disebut sebagai norma hukum yang diharapkan dpat mengawal perubahan masyarajat tersebut. Pertanyaan yang harus segera mendapat jawabannya adalah apakah hukum sebagai norma tertulis mampu dijadikan alat untuk melakukan perubahan dalam masyarakat? Dan apakah adanya hukum ini dapat dikatakan sebagai cermin dari perubahan masyarajat tersebut? Untuk menjawab dua pertanyaan tersebut perlu dilakukan penelusuran agar dapat diketahui bagaimana fungsi hukum itu dalam perubahan masyarakat dan fungsi hukum sebagai cermin perubahan masyarakat.
            Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan dalam bentuk makalah dengan judul: “Fungsi Hukum Sebagai Alat dan Cermin Perubahan Masyarakat dalam Politik Hukum Indonesia”.

B.     Rumusan Masalah
      Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah:
1.      Apa fungsi hukum dalam masyarakat?
2.      Bagaimana peran hukum sebagai alat dan cermin perubahan masyarakat dalam politik hukum Indonesia?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui fungsi hukum dalam masyarakat;
2.      Untuk mengetahui peran hukum sebagai alat dan cermin perubahan masyarakat dalam politik hukum Indonesia.
D.    Metode Penulisan
            Penulisan ini bersifat studi kepustakaan (library research), di mana data yang diperoleh berdasarkan pustaka melalui buku-buku, peraturan perundang-undangan, dan laporan yang berhubungan dengan fungsi hokum sebagai alat dan cermin perubahan masyarakat dalam politik hokum Indonesia.


IZIN PERSETUJUAN DOKUMEN PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN (UKL/UPL)


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Dengan telah berlakunya UU No 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah dan UU no 32 tahun 2009 tentang pengelolaan lingkungan hidup. Setiap pembangunan yang menimbulkan dampak penting wajib melakukan upaya pengolahan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungna (UPL) untuk mencapai pembangunan yang berkesinambungan dalam usaha peningkatan PAD Kab. Dharmasraya khususnya dan Sumatera Barat umumnya.
Bahwa kwalitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan
Bahwa pemanasan global (global warning) yang semakin meningkat mengakibatkan perubahan iklim (climate change) sehingga memperparah penurunan kwalitas lingkungan hidup karena itu perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
UU No 32 tahun 2009 pasal 36 ayat 1 setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki andal atau UKL/UPL wajib memiliki izin lingkunan
Ayat 2, izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diterbitkan berdasarkan persability study lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 atau rekomendasi UKL/UPL
Ayat 4, izin lingkungan diterbitkan oleh menteri, gubernur atau bupaati/walokota sesuai dengan kewenangannya. Izin lingkungan merupakan persaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Setelah setiap usaha atau kegiatan mendapat izin prinsip dari bupati/walikota
Tahapnya adalah mebgurus izin lingkungan ke Bapedalda Kab. Dharmasraya. Perprakarsa menyiapkan semacam UKL/UPL untuk di persentasikan kepada leading sector. 
Bidang pengawasan pengendalian kerusakan dan perencanaan lingkungan pada badan pengendalian dampak lingkungan daerah Kab. Dharmasraya, dengan selektif sekali mengawasi bagi pengesa yang tidak membuat izin bentuk usahanyanyaakan dipanggil menghadap kekantor supaya dapat di urus perizinannya. Menurut Sjachran Basah izin adalah perbuatan hukum administrasi berdasarkan persaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perlindungan Negara bersegi satu yang menghasilkan peraturan dan hal kausit dari hasil pembahasan dapat direkomendasikan ke Bupati/Walikota untuk diterbitkan izin lengkapnya.
Dalam hal ini penulis tertarik untuk mengetahui dengan menuangkan dalam bentuk makalah dengan judul “Izin perstujuan dokumen pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan  (UKL/UPL)

BAB II
TINJAUAN TIORI TENTANG PERIZINAN

A.      PERIZINAN
1.      Pengertian Perizinan
Tidaklah mudah memberikan definisi apa yang dimaksud dengan izin, demikian menurut Sjachran Basah 346. Pendapat yang dikatakan Sjachran Basah agaknya sama dengan yang berlaku di negeri Belanda, seperti yang dikemukakan Van Der Pat, Het is uiterst moelijk vool begkip vergumming een defenitie te vrida (sangat sukar membuat definisi untuk menyatakan pengertian izin itu) 347.
Hal ini disebabkan karena antara para pakar tidak terdapat persesuaian paham, masing-masing melihat dari visi yang berlainan terhadap objek yang didefinisikannya. Sukar memberikan definisi bukan tidak terdapat definisi bahkan ditemukan definisi yang beragam sebelum menyampaikan beberapa definisi izin dari para pakar. Terlebih dahulu dikemukakan beberapa istilah yang sedikit banyak memiliki kesejajaran dengan izin, yaitu disfensasi, konsesi dan lisensi.
Disfensasi ialah keputusan administrasi Negara yang membebaskan suatu perbuatan dari kekuasaan peraturan yang menolak perbuatan tersebut. 348
WF Plins mengatakan bahwa disfensasi ialah tindakan pemerintah yang menyebabkan suatu peraturan undang-undang menjadi tidak berlaku bagi sesuatu hal istimewa (relasatio legis) 349. Menurut Ateng Syafrudin, disfensasi bertujuan untuk menembus rintangan yang sebetulnya secara manual tidak izinkan. Jadi disfensasi berarti menyisihkan pelarangan dalam hal yang khusus (relaxatie legis).
Lisensi adalah suatu izin yang memberikan hak untuk menyelenggarakan suatu perusahaan. Lisensi digunakan untuk menyatakan suatu izin yang memperkenankan seseorang untuk menjalankan suatu perusahaan dengan izin khusus atau istimewa . sementara itu konsesi merupakan suatu izin berhubungan dengan perjalanan yang besar dimana kepentingan umum terlibat erat sekali. Sehingga sebetulnya pekerjaan itu menjadi tugas dari pemerintah. Tetapi oleh pemerintah diberikan tak penyelenggara kepada kesesuaian (pemegang izin) yang bukan pejabat pejabat pemerintah.
Menurut HD Van Wijk “De Caucessiefiquur wordt vootal gebruikt voor activiciten van open baar belang die de aler heid nief zeef verrucht maan overlaat aan particulier audernerungan “ 351. (bentuk konsesi terutama di gunakan untuk berbagai aktivitas yang menyangkut kepentingan umum, yang tidak mampu dijalankan sendiri oleh pemerintah lalu diserahkan kepada perusahaan-perusahaan swasta.
Ateng syafrudin mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan. Hal yang dilarang menjadi boleh. 354. Atau ALS Ophening van een algemene verbod shegel in het concrete geral. 355.
Menurut Sjachran Basah izin adalah perbuatan hukum administrasi Negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam kuadrat berdasarkan persaratan dna prosedur sebagaimana ditetapkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 356
Bagaimana menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu tujuan dari penguasan berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara hukum dilarang. 358
NM Selt dan JBJM ten berge membagi pengertian izin dalam arti luas dan sempit yaitu sebagai berikut :
Izin merupakan salah satu instrument yang paling banyak digunakan dalam gukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana sekaligus untuk mengemudikan tingkah laku pelaksananya.
Izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah dan dari ketentuan-ketentuan larangan perundangan.
Izin dalam arti sempit adalah pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau menghalang-halangi keadaan – keadaan yang buruk.
Izin dlaam arti luas bahwa suatu tindakan dilarang terkecuali diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang di sangkutkan dengan perkenaan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi setiap kasus.
Berdasarkan pendapat-pendapat pada pakar tersebut dapat disebutkan bahwa izin adalah perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkrit menurut prosedur dan persaratan tertentu. Dari pengertian ini ada beberapa ulasan dalam perizinan, yaitu sebagai berikut
a.       Instrument yuridis
Dalam Negara hukum merasa tugas kewenangan pemerintah tidak hanya sekadar menjaga keterlibatan dan keamanan (just de ande) tetapi juga mengupayakan kesejahteraan umum (bestuur 20 orang) tugas dan kewenangan pemerintah untuk menjaga ketertiban dan keamanan merupakan tugas klasik yang sampai kini masih tetap dipertahankan
b.      Peraturan perundang-undangan
Salah-satu prinsip dalam Negara hukum adalah wetmatigheid van bestuuh atau pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain setiap tindakan hukum pemerintah, baik dalam menjalankan fungsi pengaturan maupun fungsi pelanggaran, harus didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c.       Organ pemerintah
Organ pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan pemerintahan baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah. Menurut Sjachran basah dari penelusuran perlbagai ketentuan penyelenggaraan pemerintahan dapat diketahui bahwa mulai dari administrasi Negara tertinggi (presiden) sampai dengan administrasi Negara terendah (lurah) berwenang memberikan izin. Ini berarti terdapat aneka ragam administrasi Negara (termasuk instansinya) pemberi izin, yang didasarkan pada jabatan yang dijabatnya baik ditingkat pusat maupun daerah. 368
Terlepas dari beragamnya organ pemerintahan atau admnistrasi Negara yang mengeluarkan izin, yang pasti adalah bahwa izin hanya boleh dikeluarkan oleh organ pemerintahan. Menurut N.M Spelt dan J.B.M ten berge, keputusan yang memberikan izin harus diambil oleh organ yang berwenang, dan hamper selalu yang terkait adalah organ-organ pemerintahan atau administrasi Negara. Dalam hal ini organ-organ pada tingkat penguasa nasional (seorang menteri) atau tingkat penguasa-penguasa daerah.
d.      Prosedur dan persyaratan
Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin. Di samping harus menempuh prosedur tertentu. Pemohon izin juga harus memnuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah atau pemberi izin. Prosedur dan persyaratan perizinan itu berbeda-beda tergantung jenis izin, tujuan izin dan instansi pemberi izin.
Menurut Soehino, syarat-syarat dalam izin itu bersifat konstitutif dan kondisional. Bersifat konstitutif karena ditentukan suatu perbuatan atau tingkah laku tertentu yang harus (terlebih dahulu) dipenuhi, artinya dalam hal pemberian izin itu ditentukan suatu perbuatan konkret dan bila tidak dipenuhi dapat dikenai sanksi.
Bersifat kondisonal karena penilaian tersebut baru ada dan dapat dilihat serta dapat dinilai setelah perbuatan aatau tingkah laku yang disyaratkan itu terjadi. 373. Penentuan prosedur dan persyaratan perizinan ini dilakukan secara sepihak oleh pemerintah. Meskipun demikian, pemerintah tidak boleh membuat atau menentukan prosedur dan persyaratan menurut kehendaknya sendiri secara arbitrer (sewenang-wenang) tetapi harus sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari perizinan tersebut. Dengan kata lain, pemerintah tidak boleh menentukan syarat yang melampaui batas tujuan yang hendak dicapai oleh peraturan hukum yang menjadi dasar perizinan bersangkutan.374
e.       Fungsi dan Perizinan
Izin merupakan instrument yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkannya guna mencapai suatu tujuan konkret.375. Sebagai suatu instrument, izin berfungsi selaku ujung tombak instrument hukum sebagai epngarah, prekyasa dan perancang masyarakat adl dan makmur itu menjelmakan. Hal ini berarti lewat izin dapat diketahui bagaimana gambaran masyarakat adil dan makmur itu terwujud. Ini berarti persyaratan-persyaratan yang terkandung dlaam izin merupakan penegndalian dan instrument untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, sebagaimana yang diamanatkan dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945, penataan dan pengaturna izin ini sudah semestinya harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Menurut Prajudi Atmosudirdjo, 377 berkenaan dengan fungsi-fungsi hukum modern, izin dapat diletakkan dalam fungsi menertibkan masyarakat.
f.        Bentuk dan isi izin
Sesuai dengan sifatnya, yang merupakan bagian dari ketetapan, izin selalu dibuat dalam bentuk tertulus. Sebagai ketetapan tertulis, secara umum izin memuat hal-hal sebagai berikut.