A. Latar Belakang Masalah
Harta bersama merupakan salah satu bentuk sumber kekayaan yang diusahakan suami-isteri dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Hukum Islam, Hukum Adat dan Hukum Perdata Barat (BW) mempunyai perbedaan dalam mengatur sumber pembiayaan bagi penyelenggaraan kehidupan keluarga. Perbedaan ini menyangkut tentang ada-tidaknya harta bersama, proses pembentukan harta bersama, unsur-unsur yang membentuk harta bersama, pola pengelolaan harta bersama dan pembagian harta bersama karena perceraian.
Berbicara tentang harta bersama, Islam sangat ketat dalam menentukan kepemilikan harta. Karena itu, membicarakan harta bersama berarti memasuki pembicaraan di dalam pengaturan yang ketat itu. Pada tataran yang sangat dasar, al-Qur`an dan Hadits tidak membicarakan harta bersama. Oleh karena itu, persoalan tersebut diserahkan kepada lembaga ijtihad atau kepada hukum adat, sejalan dengan kaidah al-adat muhkamah atau al-adat muhakkamah (kebiasaan dapat dipakai/punya otoritas untuk menentukan hukum atau kebiasaan dipandang sebagai hukum). Para ahli Hukum Islam berbeda pendapat dalam memandang hukum harta bersama. Kelompok pertama berpendapat bahwa pada asasnya dalam Hukum Islam tidak ada harta bersama. Seluruh biaya pemenuhan penyelenggaraan kehidupan rumah tangga menjadi kewajiban dan tanggung jawab suami. Walaupun isteri memiliki harta baik berasal dari warisan, hibah maupun hasil usahanya sendiri, ia tidak mempunyai kewajiban dan tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Penggunaan harta benda isteri oleh suami untuk memenuhi kebutuhan keluarga, hukumnya sebagai pinjaman atau hutang yang harus dikembalikan.